Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal menghelat pemungutan suara pemilihan umum pada 17 April 2019. Pemilu 2019 nanti akan berbeda dengan Pemilu 2014.
Pada pemilu 2014, pemungutan suara calon anggota legislatif atau pileg dilaksanakan terlebih dahulu, kemudian, setelah menetapkan hasil rekapitulasi pileg, KPU baru menghelat pemungutan suara pilpres.
Hal berbeda akan ditemui pada Pemilu 2019. Pada pemilu mendatang, KPU akan menyodorkan lima surat suara sekaligus kepada pemilih di hari pemungutan suara yang sama, yakni 17 April 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat akan menerima surat suara capres-cawapres, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta DPD di TPS masing-masing.
Pelaksanaan pemungutan suara secara serentak tersebut menerbitkan konsekuensi bagi masyarakat selaku pemilih atau pemilik hak suara. Konsekuensi yang dimaksud yakni potensi kehilangan hak suara.
Hal itu dapat terjadi jika masyarakat ingin menyalurkan hak suara di TPS yang tidak sesuai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan KPU atau dengan kata lain, jika mencoblos di TPS bukan tempat tinggal asli.
Pada Pileg umumnya masyarakat akan memilih caleg dalam surat suara sesuai daerah pilihan (dapil) masing-masing. Misalnya, caleg di dapil A, berbeda dengan caleg di dapil B. Maka masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih di dapil A dalam DPT, tidak dapat mencoblos di TPS dapil B.
Hal itu dikarenakan TPS di dapil B tidak menyediakan surat suara caleg dapil A.
Mekanisme itu akan tetap diterapkan pada Pemilu 2019 mendatang.
Masyarakat boleh menggunakan hak suaranya di luar TPS tempat dirinya terdaftar. Hak suara boleh disalurkan asal memiliki e-KTP serta formulir A5 dari KPU.
Masyarakat pun tetap diberikan lima surat suara jika mencoblos di TPS masih dalam dapil yang sama. Namun, bisa saja tidak diberikan 5 surat suara jika mencoblos di TPS dapil berbeda.
Misalnya, jika warga Semarang ingin mencoblos di wilayah Kebumen, maka hanya akan diberikan dua surat suara oleh petugas TPS.
Surat suara itu antara lain capres-cawapres, serta caleg DPD perwakilan Jawa Tengah saja.
Hal itu terjadi karena petugas TPS di Kebumen tidak akan menyodorkan surat suara caleg DPR dapil Semarang, DPRD Provinsi Jawa Tengah dapil Semarang, serta caleg DPRD Kota Semarang.
TPS tersebut hanya memiliki surat suara caleg DPR dapil Kebumen, DPRD Provinsi Jawa Tengah dapil Kebumen, serta DPRD Kabupaten Kebumen.
Konsekuensi berbeda jika warga Semarang itu mencoblos di TPS yang berbeda provinsi. Andai dia mencoblos di TPS yang berlokasi di Surabaya,Jawa Timur, maka hanya akan memilih capres-cawapres saja. Dengan kata lain, petugas TPS di Jawa Timur hanya memberikan satu surat suara.
Hal itu terjadi karena TPS di Surabaya tidak akan menyodorkan surat suara calon anggota DPR dapil Semarang, DPRD provinsi Jawa Tengah dapil Semarang, DPRD kota Semarang, serta DPD perwakilan Jawa Tengah.
Berbeda halnya jika warga Semarang tersebut memutuskan untuk menetap di Surabaya sejak dini. Dia dapat mengurus perubahan e-KTP dan daftar pemilih sementara (DPS) yang dibuat KPU.
Dengan demikian, warga Semarang tersebut sudah terdaftar sebagai calon pemilih di domisili yang baru dan dapat mencoblos lima surat suara.
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengamini biasanya ada masyarakat yang biasanya berpindah tempat tinggal untuk sementara. Masyarakat tersebut tidak mengubah alamat dalam e-KTP karena memang hanya tinggal sementara.
Menurut Hasyim, alangkah baiknya masyarakat tinggal di domisili yang tetap saat pemungutan suara dilakukan. Jika tidak, maka akan kehilangan hak suara.
"Kalau pindahnya sementara kan nanti saja jangan sekarang," kata Hasyim.
(ugo/sur)