Jakarta, CNN Indonesia -- Pengalihan dukungan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi kepada presiden petahana Joko Widodo untuk kembali menjabat presiden terbilang mengejutkan. Pilihan politik tokoh dari Partai Demokrat yang sempat masuk dalam bursa capres Persaudaraan Alumni (PA) 212 ini tak disangka banyak pihak.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes memandang pilihan TGB merapat pada kubu Jokowi masuk akal. Setelah melepas jabatannya sebagai Gubernur NTB nanti, TGB perlu melakukan ekspansi politik dari regional ke nasional untuk mendapatkan posisi politik lain. Dan. Jokowi dinilai bisa menjadi jembatannya.
"Saya kira dia melihat masuk akal memberikan dukungannya pada Jokowi karena dia juga sadar bahwa Jokowi secara peluang menjadi presiden sangat kuat dibandingkan capres lain," kata Arya saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Jumat (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenaikan level perpolitikan itu namun tidak serta merta bisa diartikan TGB berambisi menjadi cawapres Jokowi. TGB sendiri dalam wawancara terakhirnya dengan
CNN Indonesia mengatakan dirinya siap menjalani pilihan apapun untuk kepentingan bangsa, umat dan akal sehat.
"Takdir Allah saja kita jalani dengan baik. Pilihan apapun itu kepentingan bangsa, kepentingan umat dan akal sehat," kata TGB saat ditanyai apakah dirinya berminat menjadi cawapres Jokowi.
Partai Pendukung JokowiTGB bagaimanapun harus memperhatikan sejumlah hal jika kelak nekat menjadi cawapres Jokowi. Poin paling utama adalah mantan anggota DPR periode 2004-2009 itu harus diterima partai pengusung Jokowi dalam Pilpres 2019.
Menurut CEO Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, TGB bisa saja diterima para partai koalisi pendukung Jokowi. Asalkan, Jokowi memiliki alasan tepat dibanding memilih ketua umum atau tokoh partai koalisinya.
"Misalnya kalau alasannya untuk merangkul kalangan umat Islam, karena TGB selain seorang gubernur yang berpengalaman dan cukup sukses. Beliau adalah tokoh Islam yang cukup disegani. Dengan asumsi itu maka itu bisa menjadi salah satu alasan dia dipilih," papar Djayadi saat ditemui di Kantor SMRC, di Jakarta, Kamis (5/7).
Meski alasan tersebut masuk akal, TGB punya latar belakang sebagai tokoh Partai Demokrat. Dan, sampai dengan saat ini, Demokrat belum menjadi salah satu partai pengusung Jokowi.
"Pertanyaannya apakah orang Partai Demokrat ini akan diterima oleh partai lain karena bisa saja dia dianggap mewakili partai walaupun misalnya dia keluar dari Demokrat," kata Djayadi.
Belum lagi, Jokowi punya jajaran ketum dan tokoh dari partai koalisi yang juga punya latar belakang Islam kuat. Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Mahfud MD (PKB) dan Ketum PPP, Romahurmuziy, misalnya, bisa dilihat sebagai tokoh Islam yang mampu menaikkan elektabiilitas di kalangan Islam.
 Dalam Pilpres 2014 silam, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi merupakan ketua pemenangan Prabowo Subianto di wilayah Nusa Tenggara Barat. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi) |
Susah MundurKini, Arya menilai TGB tak bisa lagi berbalik badan dari Jokowi. Respon dari kubu nonpetahana terhadap pilihan politik TGB cukup keras. Termasuk dari Persaudaraan Alumni 212 yang telah mencoret nama TGB dari daftar rekomendasi capres. Namun Arya menilai TGB telah memperhitungkan hal tersebut.
TGB tak akan meralat pernyataan politiknya mendukung Jokowi dengan konsekuensi apapun, termasuk yang terburuk tak jadi dicalonkan PA 212 sebagai presiden atau ditinggalkan relawan pendukungnya.
"Saya nggak tahu ya apakah bisa diterima lagi oleh PA 212 tetapi nggak mungkin diralat [pernyataan itu]. Sebagai politisi dia sudah memikirkan itu dan secara politik kekuatan PA 212 juga nggak kuat-kuat amat," terang Arya saat ditanya soal karier politik TGB di masa depan.
Pengaruh dukungan TGB terhadap JokowiSementara itu terkait dampak dukungan TGB pada Jokowi, Arya dan Djayadi sama-sama belum bisa mengukur secara empiris. Secara terpisah keduanya menyatakan perlu analisis lebih lanjut untuk mengetahuinya.
"[Soal suara] umat Islam kan banyak ya, 57 persen [dari penduduk Indonesia] dan itu nggak bisa diukur seperti itu. Satu peristiwa politik itu tidak bisa menyimpulkan banyak hal," jawab Arya.
Sementara soal pengaruhnya terhadap Demokrat, Djayadi yakin bahwa dukungan ini tak berdampak secara keseluruhan terhadap suara partai. Sebab, TGB bukanlah tokoh sentral dalam partai tersebut.
"Kalau AHY pindah mungkin bisa ya [mempengaruhi] karena dia mulai dianggap mewakili Demokrat setelah SBY. Tapi TGB selama ini lebih dikenal sebagai tokoh yang mewakili Islam secara umum... Kalau dia dianggap mewakili demokrat secara kesuluruhan saya kira belum, sebagian mungkin," kata Djayadi.
TGB sendiri dalam survei terbaru SMRC bertajuk 'Calon Wakil Presiden: Penilaian Elite, Opinion Leader dan Massa Pemilih Nasional' berada di papan tengah skor kualitas personal. Dia mendapat skor rata-rata 6.1, diapit Ketum Golkar Airlangga Hartanto (6.3) dan pengusaha Chairul Tanjung (5.9).
Survey itu melibatkan 12 orang elite, 93
opinion leader, dan 2206 responden pemilih nasional dalam pelaksanaannya. Survei dilakukan selama Mei 2018.
(kid/gil)