Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mempertanyakan keberhasilan tercapainya tujuan Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sebelumnya mengatakan salah satu tujuan sistem zonasi adalah mendekatkan siswa dengan sekolah. Harapannya, siswa tak perlu lagi mengeluarkan ongkos transportasi lebih untuk menuju ke sekolahnya masing-masing.
Di sisi lain, menurut Komisoner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti, ketentuan ketimpangan jumlah sekolah di suatu zonasi mengakibatkan banyak anak kehilangan haknya untuk dapat bersekolah di sekolah negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang merancang aturan zonasi seperti ini mungkin menganggap setiap satu kilometer ada SMP negeri, jadi siswa tetap sekolah dekat rumahnya," kata Retno saat konferensi pers di kantornya, Rabu (11/7).
Di wilayah yang tidak ada sekolah negeri terdekat, anak otomatis akan kehilangan hak bersekolah di sekolah negeri.
Retno mencontohkan sejumlah laporan yang diterima KPAI. Salah satunya dari orang tua yang mengeluh karena tinggal di rumah yang jauh dari pinggiran kota dan tidak ada SMP negeri dekat situ.
Anak orang tua itu akhirnya gagal lulus PPDB dan 'terpaksa' mendaftar ke sekolah swasta. Namun, sekolah swasta pun lokasinya jauh dari rumah.
"Maka, akhirnya tujuan zonasi agar siswa sekolah dekat rumah tidak tercapai kalau akhirnya anak itu gagal," kata Retno.
Kasus lain terjadi di Desa Bojongkulur, Kabupaten Bogor sebagai desa berpenduduk terpadat sekabupaten Bogor tetapi tidak ada SMP dan SMA negeri di desa itu.
"Akibatnya anak-anak di desa Bojongkulur harus mendaftar di sekolah desa tetangga yang kuotanya hanya lima persen," kata Retno.
Selain Bogor, KPAI juga menerima keluhan dari Bandung, Bali, dan Gresik terkait ketimpangan jumlah sekolah negeri.
Sistem zonasi PPDB dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018. Pada permen itu dijelaskan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat.
Dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima, minimal sekolah menerima 90 persen calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat. Sisanya, sebanyak lima persen untuk jalur prestasi dan lima persen lagi untuk anak pindahan atau terjadi bencana alam atau sosial.
Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy beralasan sistem zonasi merupakan bentuk penyesuaian kebijakan dari sistem rayonisasi. Hal itu lantaran rayonisasi Iebih memperhatikan pada capaian siswa di bidang akademik.
Sementara sistem zonasi lebih menekankan pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah. Dengan zonasi, siapa yang lebih dekat dengan sekolah lebih berhak mendapatkan layanan pendidikan dari sekolah itu. Nilai UN tidak berpengaruh pada hak siswa untuk masuk ke dalam sekolah yang dekat dengan rumahnya.
Muhadjir berharap sistem zonasi mampu mendorong siswa berjalan kaki dari rumah menuju sekolah.
"Di Jepang, enggak ada anak SD diantar mobil seperti kita. Jalan kaki karena jalan kaki menjadi bagian dari pendidikan karakter," kata Muhadjir saat sosialisasi PPDB Sistem Zonasi di Jakarta, Mei 2018 lalu.
(wis/gil)