KPU Minta Jokowi Rp35 M untuk Penguatan IT di Pemilu 2019

Bimo Wiwoho & DZA | CNN Indonesia
Kamis, 12 Jul 2018 00:07 WIB
KPU menyebut ada 8 aspek dalam informasi teknologi pihaknya yang perlu diperkuat untuk Pemilu 2019. Salah satunya penguatan server senilai Rp35 miliar.
KPU menyebut ada 8 aspek dalam informasi teknologi pihaknya yang perlu diperkuat untuk Pemilu 2019. Salah satunya penguatan server senilai Rp35 miliar. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana meminta bantuan dana lebih dari Rp35 miliar kepada Presiden Joko Widodo untuk memperkuat sistem informasi teknologi (IT) menjelang Pemilu serentak 2019. Hal itu telah dibahas KPU dengan Jokowi di Istana Negara.

Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan ada delapan aspek yang akan diperkuat dalam sistem IT KPU. Salah satunya adalah penguatan server yang akan menghabiskan dana Rp35 miliar.

"(Rp35 miliar) itu baru nilai server. Nanti ada lagi bagian lainnya. Itu semua sedang disusun oleh bagian sekretariat," kata Viryan di kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (11/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penguatan IT KPU, kata Viryan, tak lepas dari peretasan yang terjadi setelah pemungutan suara Pilkada serentak 2018 selesai dilaksanakan. Diketahui, laman infopemilu.kpu.go.id yang mempublikasikan hitung riil pilkada sempat ditutup selama satu pekan dengan alasan peretasan.

Viryan lalu mengatakan bahwa KPU mulanya memerlukan anggaran Rp35 miliar untuk menguatkan sistem IT sebelum peretasan terjadi. Setelah peretasan, KPU membutuhkan anggaran lebih dari itu karena tidak hanya server yang akan diperkuat. Tim teknis KPU, lanjutnya, masih menghitung berapa besar anggaran yang diperlukan untuk penguatan pada seluruh aspek.

"Tujuannya agar kasus peretasan tidak lagi terjadi. Baik peretasan, kapasitas yang kurang, jaringan bermasalah, kemudian bagaimana faktor keamanan dalam internet kita dan lain-lain," katanya.

Dalam perbincangan di Istana Negara soal penguatan IT KPU, Viryan mengklaim Jokowi sudah sepakat. Meski begitu, Viryan kembali menegaskan bahwa angka Rp35 miliar yang dibutuhkan masih belum final. Nantinya akan dibicarakan lebih lanjut jika tim teknis KPU sudah selesai mengkalkulasi total anggaran yang diperlukan demi penguatan IT.

"Kita bukan bicara penambahan, tapi kita bicara perlu anggaran sekian. Itu belum final," kata Viryan.

"Beliau (Jokowi) setuju, kan harapannya kepentingan kita, Pemilu 2019 bisa berlangsung dengan lancar," imbuh Viryan.

KPU 'Todong' Jokowi Rp35 M untuk Penguatan IT di Pemilu 2019Situs infopemilu.kpu.go.id sempat ditutup dengan dalih peretasan sejak hari pencoblosan Pilkada serentak 2018. (infopemilu.kpu.go.id).

Memang Perlu Perbaiki Tata Kelola IT KPU

Setelah situs infopemilu.kpu.go.id ditutup dengan alasan peretasan, Network For Democrazy and Electorial Integrit (NetGrit) menyarankan kepada KPU untuk memperbaiki dan mengubah tata kelola IT.

Direktur Ekslusif NetGrit sekaligus mantan komisioner KPU Sigit Pamungkas menyampaikan evaluasi terhadap IT ini agar kejadian pada Pilkada serentak 2018 tidak terulang pada Pemilu 2019.

"KPU harus merefleksi untuk penggunaan IT supaya tidak terjadi kembali untuk pemilu 2019 mendatang. Sehubungan dengan itu dari observasi kami dalam beberapa hari ini KPU harus bisa memperbaiki dan mengubah tata kelola IT," kata Sigit di kawasan Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (11/7).

Sigit memberi sejumlah saran yang harus menjadi catatan penting bagi KPU terkait pengelolaan sistem IT mereka. Salah satunya soal perubahan jaringan dan sistem IT yang bersifat private, seperti yang digunakan dunia perbankan.

Dengan penggunan jaringan private, menurut Sigit, situs infopemilu.kpu.go.id yang memuat hasil hitung riil tidak akan 'down' lagi. Selama ini Sigit melihat KPU masih menggunakan jaringan kolektif.

Sigit juga menyarankan kepada KPU untuk menjalin kerja sama dengan pihak-pihak yang mampu mengelola sistem IT seperti pemerintah, komunitas IT, asosiasi IT atau bahkan individu. Bisa saja KPU melakukan kerja sama dengan berbagai pihak-pihak, namun tidak menganggu kemandirian kerja KPU.

"Selanjutnya yang perlu diperhatikan dari pembentukan kerja sama adalah adanya kerangka hukum yang legal. Ada hitam di atas putih, jangan diam-diam. Jangan membuat kerja sama dengan kemitraan yang abu-abu," kata Sigit.

"Selain mengaudit jaringan, sistem IT dan tata kelolanya, KPU harus mengaudit orang-orang yang bekerja di dalamnya. Harus relevan, harus diaudit," kata Sigit.

Tak hanya itu, KPU harus mempunyai Standar Operating Procedure (SOP) dalam tata kelola IT untuk Pemilu. Dalam SOP itu harus menjelaskan prosedur yang seharusnya bisa dimanfaatkan dan harus ditaati.

"KPU juga harus membuat peraturan mengenai tata kelola IT sebagai kerangka legal yang komperhensif untuk pengelolaan pemilu mendatang. Harus melibatkan banyak pihak, seperti pemerintah, DPR dan terutama publik," ujar Sigit. (osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER