"Saya kira memang begitu kalau seingat saya memang ada usulan
write off (penghapusan) angkanya lupa," ujar Boediono di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (19/7).
Usul penghapusbukuan dilakukan dengan cara menghapus utang petani tambak PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) yang berutang kepada BDNI. Kedua perusahaan itu sama-sama dimiliki oleh Sjamsul Nursalim.
Dalam kesaksiannya Boediono mengatakan bahwa dalam rapat terbatas di Istana saat itu, Syafruddin mengusulkan penghapusbukuan untuk membantu petani tambak PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD).
Boediono mengingat bahwa jumlah total utang petambak Dipasena kepada BDNI senilai Rp3,9 triliun.
"Pada waktu itu memang disampaikan mengenai mengurangi beban pada petambak karena memang ini fokusnya dan pengurangan beban ini, saya kira baik. Dan sisanya kalau tidak salah saya tidak ingat apakah itu dimunculkan atau tidak," imbuhnya.
Dari total Rp3,9 triliun utang petambak Dipasena, Boediono mengatakan saat itu BPPN mengusulkan pemerintah untuk memberikan keringanan
write off senilai Rp2,8 triliun. Dengan kata lain petambak hanya perlu membayar Rp1,1 triliun.
"Utang petambaknya itu memang Rp3,9 triliun. Uang itu, kalau kami hitung, utangnya itu yang bisa dibayar oleh petani-petani tambak itu adalah Rp 1,1 triliun, dan sisanya Rp 2,8 triliun itu untuk di-
write off, karena itu akan membebani dari petani tambak dan dia tidak bisa
bankable untuk meminjam kembali," kata dia.
Kendati demikian, Boediono mengaku tidak ingat ada kesimpulan yang dibacakan dalam rapat tersebut. Artinya, dia tidak ingat apakah usulan Syafruddin itu disepakati atau tidak.