Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat memutuskan untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) dan Sandiaga Salahuddin Uno sebagai calon wakil presiden (cawapres). Keputusan tersebut dinilai sebagai jalan tengah Prabowo untuk meredam ambisi-ambisi partai koalisi pengusung setelah terjadi kebuntuan.
Pengamat politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai Sandiaga merupakan pemecah kebuntuan koalisi.
"Saya kira tentu ini hasil komunikasi dengan partai pendukung setelah terjadi deadlock yang kuat antara beberapa calon dari demokrat hingga PKS," kata Arya Fernandes kepada
CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PKS sejak awal sudah menyodorkan sembilan nama cawapres dan mendukung hasil Ijtima Ulama untuk Prabowo. Sementara, PAN mengusulkan nama Ketua Umumnya, Zulkifli Hasan atau Ustaz Abdul Somad sebagai pendamping mantan Danjen Kopasus tersebut. Sedangkan, Partai Demokrat yang baru bergabung dengan koalisi mendorong Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres Prabowo.
Tarik menarik diantara partai koalisi Prabowo untuk menempatkan jagoannya sebagai pendamping Prabowo, membuat koalisi Prabowo nyaris bubar.
Arya berpendapat Sandi lebih diterima partai koalisi, dan lagipula tidak ada nama lain yang muncul menjelang detik akhir.
"Pilihan bukan lahir dari partai, tapi karena deadlock. Nama Sandi menguat," katanya.
Selain itu, kata Arya, Sandi dipilih karena mampu membaca keinginan Prabowo yang dalam kampanyenya ingin merangkul kaum perempuan dan pemilih muda. Oleh karena itu, dalam pidatonya di Komisi Pemilihan Umum (KPU) tadi siang, Jumat (10/8), Sandi menyinggung masalah ekonomi yang dihadapi emak-emak.
Tak hanya itu, Sandi juga dianggap merupakan representasi dari generasi milenial. Hal itu karena Sandi jauh muda dibanding lawan-lawan politiknya.
"Potensinya mengambil suara pemuda dan perempuan lebih besar daripada Pak Ma'ruf Amin (cawapres Joko Widodo) karena dia mewakili suara baru, mengerti karakteristik anak muda," lanjut Arya.
Kepopuleran Sandi di kalangan muda dan perempuan menurut Arya bisa menjadi lawan berat bagi kubu Jokowi. Meski cawapres Jokowi, Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin, berpengaruh pada suara umat Islam.
"Jokowi harus memilih fokus pada pemilih Islam atau pemilih milenial atau perempuan. Kalau secara umum pemilih Muslim lebih banyak karena kita mayoritas Muslim, tapi mereka punya karakter masing-masing. Ada yang moderat ada yang kanan dan lain-lain," terang Arya.
Arya menilai bahwa Prabowo memilih Sandi karena tuntutan logistik yang besar untuk Pilpres 2019. Sandi yang merupakan pengusaha sukses dipandang mampu memenuhi kebutuhan finansial.
Isu keterbatasan logistik sendiri memang sudah santer menerpa kubu Prabowo. Bisnis Prabowo sempat disebut terjegal hingga dia menginisiasi gerakan Galang Perjuangan untuk mengumpulkan dana politik dari masyarakat.
"Kebutuhan itu tentu juga jadi penting dalam kampanye. Sandi juga punya dukungan finansial. Nah itu salah satu daya tarik," imbuh Arya.
Selain itu, Sandi juga bersedia mundur dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina di Gerindra. Meski Arya menilai ini bukan masalah besar di kubu Prabowo, setidaknya kemunduran Sandi dari kepengurusan partai adalah wujud penghormatan Sandi pada partai koalisinya.
Kekuatan Sandi lainnya adalah dukungan dari ulama, dan itu dapat mendongkrak suara Prabowo-Sandi.
Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath mengatakan Sandi telah lama bermitra dengan gerakan nasional pengawal fatwa (GNPF).
"Ini tinggal meyakinkan kepada umat saja, lebih mana yang meyakinkan lebih kuat kepada umat ganti atau tidak ganti," ujar Al Khaththath.
(ugo)