Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi partai politik pendukung Presiden petahana RI Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin diklaim telah menyiapkan 225 orang juru bicara untuk menghadapi pemilihan presiden 2019.
Salah satunya advokat Farhat Abbas yang juga diketahui menjadi bakal caleg dari PKB. Ia mengaku diplot untuk 'melawan' segala pernyataan Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon dan sejumlah jubir pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Farhat yang selama ini dikenal 'lantang' juga bertugas meluruskan segala berita palsu yang mengarah ke Jokowi-Ma'ruf.
Selain Farhat, nama pengacara Razman Arif Nasution juga masuk dalam daftar jubir. Razman yang juga bakal caleg PKB itu selama ini juga dikenal kerap memberikan pernyataan kontroversial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaca dari pemilihan jubir tersebut, tim Jokowi-Ma'ruf dinilai memang sengaja memilih sosok-sosok kontroversial untuk menjadi benteng dari 'nyinyir' lawan politik.
"Mereka memang ditugaskan untuk saling serang nyinyir. Selama ini kan perang pernyataan di ruang publik itu lebih sering berisik di keramaian tapi sepi dari suara gagasan dan pemikiran," ujar pengamat politik dari Para Syndicate, Ari Nurcahyo, saat dihubungi
CNNIndonesia.com.
 Farhat Abbas. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) |
Ari juga melihat pemilihan jubir itu menjadi strategi tim Jokowi-Ma'ruf yang tidak mau disibukkan dengan perang pernyataan saling serang tapi dangkal substansi.
"Sehingga mereka memang sengaja diberi tugas khusus untuk meladeni serangan," katanya.
Sisi positifnya, lanjut Ari, pasangan capres-cawapres ini akan lebih banyak bicara soal program kerja dan adu gagasan dengan kubu lawan. Hal itu pun dinilai lebih efektif untuk meraup suara dan memberikan pendidikan politik yang baik kepada pemilih.
"Jadi capres-cawapres tidak buang energi bicara hal-hal yang tidak substantif, tidak hanyut pada perdebatan kusir, sehingga bisa fokus pada program kerja," tuturnya.
Senada, pengamat politik UGM Rafif Pamenang Imawan menilai, pemilihan sosok seperti Farhat maupun Razman sebagai jubir merupakan strategi tim Jokowi-Ma'ruf untuk merebut atensi dari publik.
"Kadang orang-orang yang kontroversial ini justru dapat perhatian," ucapnya.
Para jubir itu, kata dia, kerap mengungkapkan pernyataan bernada nyinyir dan diksi yang aneh. Hal ini serupa dengan apa yang dilakukan kubu lawan yakni cawapres Sandiaga yang kerap menyebut kalangan pemilih wanita sebagai 'partai emak-emak'.
Penyebutan istilah itu dinilai lebih mudah diingat dan menyederhanakan pemahaman politik bagi masyarakat awam.
"Ya ini memang sengaja dengan strategi itu sehingga pemilu lebih mudah dipahami. Seperti Sandi contohnya, daripada pakai bahasa Islam moderat atau konservatif, lebih gampang misalnya dengan partai emak-emak," kata Rafif.
Penyaluran Gagasan Jokowi-Ma'rufTerlepas dari hal tersebut, Rafif mengatakan tim Jokowi-Ma'ruf harus mempertimbangkan efektivitas ratusan jubir yang diklaim akan membentengi pasangan tersebut. Pasalnya, satu gagasan dari Jokowi-Ma'ruf dapat diinterpretasikan berbeda-beda dari tiap jubir.
Menurutnya, ratusan jumlah jubir itu berbanding terbalik dengan sosok Jokowi yang selama ini dikenal ringkas dan efisien.
"Jubir ini bisa jadi efektif meraup suara, tapi bisa jadi terlalu 'gemuk' kalau ratusan. Mestinya bisa juga lewat parpol yang punya akar sampai ke bawah," katanya.
Selain itu, risiko yang berpeluang terjadi dari keberadaan para jubir itu adalah ancaman marak aksi saling lapor akibat nyinyiran dari para jubir.
"Ini memang tipe orang yang suka buat sensasi, tapi yang penting jangan sampai kepleset. Ini yang berisiko bagi Jokowi," tuturnya.
(kid/gil)