Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus PDIP Aria Bima menilai penolakan warga terhadap gerakan
#2019GantiPresiden merupakan hal yang wajar. Sebab, masyarakat merasa resah dengan adanya jargon tersebut.
"Kalau ada reaksi itu kekerasan kedua. Reaksi pertama adalah mengumpulkan massa dengan
hashtag itu. Jadi, kekerasan kedua adalah penolakan," kata Aria saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Senin (27/8).
Aria yang juga adalah direktur program pada Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin itu mengatakan sejak awal telah memberi tahu Mardani Ali Sera selaku penggagas #2019GantiPresiden agar tidak menggunakan jargon tersebut. Sebab jargon itu dinilai Aria terasa provokatif dan terkesan menyerang pihak lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedianya, kata Aria, jargon yang dipilih itu lebih bernada dukungan terhadap calon yang diusung. Bukan menyudutkan pihak lain. Misalnya, #2019PrabowoPresiden.
Padahal sebaliknya, lanjut Aria, timses Jokowi-Ma'ruf dan seluruh relawan Jokowi tidak menyerukan jargon-jargon yang menyudutkan Prabowo Subianto maupun Sandiaga Uno
"Kalau #Jokowi2Periode atau #JokowiJadiPresidenLagi, atau #Prabowo2019
it's okay, enggak masalah," kata Aria.
Lebih jauh Aria menilai #2019GantiPresiden dalam bentuk gerakan masyarakat bisa disebut melanggar aturan. Sebab, saat ini belum memasuki masa kampanye, tetapi sudah terjadi aktivitas pengumpulan masa yang terkait dengan Pilpres 2019.
Jika pun ingin mewujudkan gerakan #2019GantiPresiden, kata Aria, sedianya dilakukan ketika memasuki masa kampanye yang baru dimulai pada 23 September mendatang.
"Ketika menjadi ajang mengajak orang lain untuk ganti presiden itu ada waktunya kita dalam kampanye.
Wong ini nomor urut capres-cawapresnya saja belum ada," kata dia.
Pendapat senada disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Menurut dia seharusnya jargon yang digembar-gemborkan tidak menyerang pihak lain, tetapi menyatakan dukungan terhadap calon yang diusung.
"Menyampaikan dukungann kepada si A, atau si A, itu boleh," kata Hasto di posko Pemenangan Jokowi-Ma'ruf Rumah Cemara, Jakarta Pusat.
Hasto menilai jargon #2019GantiPresiden bisa dikategorikan melanggar konstitusi karena terkesan ada upaya menggulingkan presiden yang sah terpilih melalui pemilu.
"Ini kan nyata-nyata upaya untuk mengganti presiden, padahal kedaulatan di tangan rakyat, yang menentukan siapa diganti kan itu setelah lima tahun," kata Hasto.
(osc/asa)