Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM) yakni Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menyepelekan hukum. Pasalnya, mereka tidak hadir dalam sidang terkait gugatan belum adanya terjemahan resmi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbahasa Indonesia.
"Ketidakhadiran Tergugat I dan II untuk ketiga kalinya walaupun telah dipanggil secara patut dan sah oleh Pengadilan merupakan wujud sikap menyepelekan proses hukum, dan tidak menghormati warga Negara, yaitu Para Penggugat, yang peduli atas perbaikan hukum di Indonesia," demikian disampaikan staf advokasi internasional YLBHI Jane Aileen melalui keterangan pers yang diterima
CNNIndonesia.com, Selasa (28/8).
Gugatan terkait belum adanya terjemahan resmi KUHP berbahasa Indonesia diajukan sekitar Juni 2018. Ada tiga pihak yang digugat, yakni Presiden Jokowi sebagai pihak tergugat I, Menkumham Yasonna sebagai pihak tergugat II, dan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo sebagai pihak tergugat III.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ICJR, LBH, dan YLBHI beralasan belum dikeluarkannya terjemahan resmi oleh Pemerintah berdampak pada ketidakpastian hukum karena terdapat perbedaan tafsir yang beragam atas KUHP. Sehingga, berakibat fatal dalam upaya penegakkan hukum.
Belum diterbitkannya teks resmi terjemahan KUHP pun disebut juga bertentangan dengan UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pasal 26, kata Jane, jelas menyebutkan Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan.
"Gugatan ini sangat penting dikarenakan sampai saat ini tidak ada teks resmi terjemahan KUHP (
Wetboek Van Strafrecht) yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia," kata Jane.
Jane mengatakan, sidang yang digelar pada Selasa (28/8) di pengadilan negeri Jakarta Pusat merupakan sidang lanjutan atau sidang ketiga dengan agenda pemeriksaan para pihak. Namun dalam sidang kali ini, kata Jane, Presiden dan Menkumham kembali mangkir dari panggilan pengadilan.
Menurut Jane, ketidakhadiran Menkumham senada dengan ucapannya di hadapan awak media beberapa waktu lalu. Saat itu, Yassona menganggap remeh gugatan ini.
"Ketidakhadiran Tergugat II senada dengan ucapannya dihadapan awak media pada tanggal 8 Juni 2018 yang mengatakan bahwa, 'Itu lucu-lucuan saja'," kata Jane.
Jane menegaskan ICJR, LBH Masyarakat, dan YLBHI selaku Penggugat dalam kasus ini menyesalkan sikap Presiden dan Kemenkumham karena itu berarti telah memperpanjang proses peradilan.
Seharusnya, tegas dia, pejabat negara memberikan contoh yang keteladanan dengan hadir ke persidangan sebagai bentuk sikap menghormati hukum dan prosesnya.
"Untuk itu kami menghimbau agar para Tergugat dapat menghormati Pengadilan dan proses hukum dengan hadir pada sidang berikutnya pada hari Selasa, tanggal 4 September 2018," kata Jane.
(kid/gil)