Jakarta, CNN Indonesia -- Keturunan Raja Keraton Surakarta Pakubuwono X Bendara Raden Mas (BRM) Muhammad Munier Tjakraningrat melaporkan delapan orang yang diduga memalsukan dokumen ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Dia mengatakan sedang bersengketa soal harta warisan berupa tanah di yang hendak dipakai buat pembangunan Bandara Internasional Kulon Progo (New Yogyakarta International Airport/NYIA).
Tanah yang diperebutkan adalah tanah seluas 1.293 hektare di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Laporan Munier terdaftar dengan nomor LP/B/1054/VIII/2018/BARESKRIM tanggal 29 Agustus 2019.
Delapan orang yang dilaporkan yakni Suwarsi (74), Eko Wijanarko (59), DM Endah Prihatini (52), Hekso Leksmono Purnomowatie (44), Nugroho Budiyanto (41), Rangga Eko Saputro (24), Diah Putri Anggraini (20), dan Ida Ayuningtyas (19).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuasa hukum Munier, Wartono Wirjasaputra mengatakan delapan orang itu diduga telah memalsukan silsilah keturunan Pakubuwono X. Mereka dianggap mengklaim sebagai keturunan Pakubuwono X untuk menguasai tanah itu.
"Pak Munier adalah justru ahli waris yang sah dari GKR Moersoedarinah dengan Malikoel Koesno Paku Buwono X dari Keraton Solo. Ini adalah ahli waris yang asli, bukan abal-abal," ujar Wartono di kantor sementara Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat pada Rabu (29/8).
Wartono menuturkan, kliennya mendengar kabar sekelompok orang yang memalsukan silsilah ahli waris Pakubuwono X sejak 2017. Munier pun melakukan penelusuran dan mendapat bukti kutipan nikah dari pihak terlapor yang diduga palsu.
"Ini kejadian luar biasa, yang namanya silsilah raja yang dulu sangat berkuasa sekarang ada orang berani memalsukan keturunannya. Ini kalau dibiarkan berlarut-larut akan rusak hukum ini, karena ini juga mencakup nama baik Pakubuwono X," katanya.
Selain memalsukan silsilah, pihak terlapor juga diduga telah mencuri atau menggelapkan dokumen penting milik Pakubuwono X, karena dokumen asli eigendom sebagai bukti kepemilikan tanah atas nama Malikoel Koesno dan Moersoedarinah dikuasai dan diakui milik para terlapor.
"Itu memang di sana ada tanah eigendom, atas nama GKR Mas atau Moersoedarinah itu seluas 1.293 hektar, itu sebagiannya kena pembebasan tanah. Kami menduga pemalsuan itu untuk merebut haknya ahli waris Moersoedarinah atas uang (pembebasan lahan) tersebut juga," ucap Wartono.
Suwarsi diduga memalsukan trah keturunan raja untuk menguasai lahan seluas 1.293 hektare senilai sekitar Rp 701 miliar, yang terkena proyek pembangunan Bandara New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) atau Bandara Kulon Progo.
Pembebasan lahan Bandara NYIA itu terkendala gugatan pihak yang mengklaim sebagai keturunan mendiang Paku Buwono X. Mereka menggugat Paku Alam dan PT Angkasa Pura terkait sebagian lahan bandara baru di Kulon Progo.
Sebelumnya, Munier bersama sejumlah koleganya dilaporkan oleh Suwarsi ke Bareskrim, Selasa (21/8) lalu.
Kuasa hukum Suwarsi, Petrus Selestinus mengatakan Munier dan kolega telah mengklaim sebagai ahli waris dari Moersodarinah atau orang yang berhak mewarisi ganti rugi atas lahan tersebut.
"Dia yang mengaku-ngaku sebagai ahli waris Moersoedarinah yang berhak menerima uang ganti rugi itu. Padahal dia bukan ahli waris," kata kuasa hukum Suwarsi, Petrus Selestinus di Bareskrim.
Kuasa hukum Suwarsi lainnya, Bambang Hadi Supriyanto, menyatakan bahwa uang ganti rugi sebesar Rp700 miliar sebagai ganti rugi atas pembebasan lahan itu dikonsinyasi oleh pihak Angkasa Pura di PN Wates, karena terjadi sengketa kepemilikan tanah antara Suwarsi dan kawan-kawan melawan Wakil Guberunur Yogyakarta dan PT. Angkasa Pura di PN Yogyakarta.
Bambang menambahkan, perkara dan uang ganti rugi masih berjalan di PN Yogyakarta tetapi Ketua PN Wates telah mencairkan uang konsinyasi tersebut dan menyerahkan ke Wagub Yogyakarta pada 5 Juni 2018, padahal sengketa pemilikan masih berlangsung.
"Akibat sengketa kepemilikan tanah antara ahli waris dari Pembayun Waluyo yaitu Ibu Suwarsih dan keluarganya melawan Paku Alam X dan Angkasa Pura, maka uang konsinyasi itu tidak boleh dicairkan oleh siapa pun kecuali sudah ada putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan siapa yang berhak," kata Bambang.
Dalam sengketa ini, menurutnya, PN Wates seharusnya menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, baru mencairkan dam menyerahkan kepada pihak yang memiliki hak.
Dia pun menyayangkan sikap Ketua PN Wates karena telah mencairkan uang konsinyasi secara prematur dan di luar kewenangannya.
Selain itu, tambahnya, sengketa pemilikian ini juga dihalangi oleh masuknya pihak Munier dan kolega yang diduga telah menggunakan dokumen palsu dan keterangan yang mengaburkan fakta-fakta hukum lainnya.
"Dalam perjalanan perkara kepemilikan tanah itu, ada upaya berbagai pihak dengan berbagai cara termasuk memalsukan identitas, bahkan diduga sebagai upaya untuk menggelapkan asal-usul ahli waris yang sebenarnya," ucapnya.
Dalam laporan yang teregistrasi dengan Nomor LP/B/1026/VIII/2018/Bareskrim tertanggal tanggal 21 Agustus 2018 itu, terlapor diadukan terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
(ayp/gil)