Ombudsman Sindir Pejabat Berkampanye Harus Cuti Atau Mundur

FHR | CNN Indonesia
Jumat, 31 Agu 2018 01:26 WIB
Ombudsman menyatakan pejabat dan penyelenggara terlibat kampanye terselubung bakal merusak tata kelola pemerintah yang seharusnya netral tanpa sentimen politik.
Komisoner Ombudsman RI Alamsyah Saragih. (CNN Indonesia/Ciputri Hutabarat)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman Republik Indonesia menyarankan pejabat negara yang memberikan dukungan secara terbuka kepada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden supaya cuti atau mengundurkan diri dari jabatannya selama masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu).

Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan keberpihakan atau dukungan dari pejabat penyelenggara negara berpotensi menimbulkan maladministrasi dan konflik kepentingan. Penyelenggara negara dimaksud dalam hal ini mulai dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri, hingga jajaran pemerintah daerah seperti Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Segera nonaktif (cuti) dan atau mengundurkan diri dari jabatan selama masa kampanye Pemilihan Umum bagi penyelenggara negara atau pemerintah yang terlibat dalam Tim Kampanye Nasional termasuk yang sudah secara terbuka memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon," kata Alamsyah dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (30/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Diketahui sejumlah pejabat negara sudah memberikan dukungan secara terbuka kepada salah satu pasangan calon. Bahkan sejumlah menteri juga masuk dalam daftar Tim Kampanye Nasional salah satu pasangan calon.

Seperti di Tim Kampanye Nasional Pasangan Calon Joko Widodo-Ma'aruf Amin terdapat nama beberapa pejabat negara. Di antaranya Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Sementara itu sejumlah pejabat negara di level pusat dan daerah juga telah memberikan dukungan melalui pernyataan terbuka kepada salah satu pasangan calon. Misalnya Staf Ahli Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin, Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB), Gubernur Jawa Barat Terpilih Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Timur terpilih Khofifah Indar Parawansa.

Ombudsman juga mengimbau penyelenggara negara dan pemerintah yang masih tetap bertugas saat ini hingga pemilu 2019 mendatang menjaga netralitasnya, dan tidak menyatakan dukungan secara terbuka kepada calon presiden dan wakil presiden sebelum mengajukan cuti atau mengundurkan diri.


"Pejabat negara juga diimbau agar tidak menggunakan kewenangannya menggerakan, memaksakan atau mempengaruhi ASN untuk mendukung salah satu pasangan calon," ujar Alamsyah.

Menurut Alamsyah sebagai pelayan publik, para penyelenggara negara terikat dengan undang-undang pelayanan publik yang mana pelayanan kepada publik harus didahulukan. Alamsyah mengatakan penyelenggara dan pengawas pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu tidak bisa hanya mengacu kepada aturan KPU atau UU Pemilu, dalam mengatur penyelenggara negara di masa kampanye hingga Pemilu.

"Jadi KPU jangan bermain-main, kami ingatkan sekali lagi. Jangan bermain main dengan pasal teks, utamakan etika bernegara,"

Dalam kesempatan sama, Komisioner Ombudsman Laode Ida menerangkan pejabat negara yang digaji dan menggunakan uang negara tidak sepantasnya memberikan dukungan politik kepada salah satu pasangan calon.


Menurut dia hal apabila penyelenggara negara tidak netral bakal menimbulkan dampak yang masif. Imbasnya adalah pelayanan publik yang tidak netral dan ujung-ujungnya, masyarakatlah yang paling merasakan dampaknya.

"Ada kepala daerah juga seperti itu. ada pejabat-pejabat yang sudah memperoleh uang negara, termasuk yang menjadi elemen KSP. Itu blak-blakan menyatakan dukungan kepada satu capres. Itu bagian dari potensi maladministrasi karena memanfaatkan jabatan dan uang negara untuk memberikan dukungan politik. itu yang paling substansi," kata Laode.

Jokowi Harus Bertindak

Ombudsman RI meminta Presiden Joko Widodo mengambil tindakan terhadap penyelenggara negara yang tidak netral di Pemilihan Presiden 2019 mendatang. Sebab menurut mereka hal itu bisa merusak kinerja pemerintah.

"Presiden harus bertindak menertibkan aparatnya agar tidak maladministrasi. agar tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan suksesi pemenangan salah satu paslon, termasuk Pak Jokowi sendiri," kata Laode Ida.

Menurut dia apabila Jokowi berhasil menertibkan penyelenggara negara yang tidak netral, hal itu bakal menjadi pembelajaran untuk penyelenggaraan Pemilu selanjutnya.

"Ini etika bernegara, landasan dari segala norma," ujarnya.

Laode menyebut sejumlah pejabat dan penyelenggara negara sudah menunjukan sikap berpihak sejak Pilkada Serentak 2018 lalu. Laode mengatakan saat itu sejumlah penyelenggara dan pejabat negara telah melanggar prinsip pelayanan publik yang baik.


"Termasuk pada waktu Pilgub lalu, ada yang terang-terangan. Itu kami catat juga. itu salah satu pelanggaran prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik yang baik. Pasti tidak good governance, yang ada bad governance di situ. Dan itu nilainya sangat buruk," ujar Laode. (ayp)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER