Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (
DKPP) Harjono menyatakan akan ada pertemuan antara DKPP, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (5/9).
Pertemuan tripartit itu akan membahas perbedaan pandangan penyelenggara pemilu terkait tidak diperbolehkannya eks koruptor menjadi calon legislatif.
"DKPP tidak akan ikut terlalu jauh masuk dalam permasalahan ini. Kami akan bertemu dengan KPU dan Bawaslu karena DKPP punya tanggung jawab morel untuk terselenggaranya pemilu yang berintegritas, kami akan fasilitasi pertemuan itu pada Rabu malam," kata Harjono di Gedung Bawaslu, Senin (3/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota DKPP Ida Budiarto mengatakan pihaknya akan membicarakan pembangunan persepsi yang sama, baik mengenai desain penyelenggaraan pemilu maupun kerangka hukumnya dengan KPU dan Bawaslu.
"Karena kerangka hukum pemilu juga desain-desain kelembagaan pemilu saling berkaitan yang mempengaruhi kinerja lembaga pemilu," katanya.
DKPP menyebut pembahasan tidak akan masuk ke aspek teknis. Meski, DKPP secara formal bertugas menjadi wasit masalah etik pemilu.
Dalam pertemuan nanti, KPU dan Bawaslu akan sama-sama menyampaikan argumentasi masing-masing. Diharapkan ada solusi yang terbaik untuk sengkarut ketidakpastian hukum bagi mantan eks koruptor untuk nyaleg.
Tanpa kepastian hukum, DKPP khawatir baik KPU maupun Bawaslu tidak mendapatkan kepercayaan dan kehormatan sebagai lembaga penyelenggara pemilu lagi.
"Coba bayangkan jika perspektifnya berbeda-beda di mana kehormatannya, dicemooh banyak orang. Yang kedua, perlu menjaga integritas tidak hanya penyelenggara tetapi juga pemilunya," tandas Ida.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menolak keputusan Bawaslu dengan menegaskan bahwa 12 bakal calon anggota legislatif (bacaleg) mantan narapidana kasus korupsi tetap berstatus tak memenuhi syarat.
Ke-12 caleg itu aja dikembalikan berkas pendaftarannya oleh KPU mesti telah diloloskan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
 Kantor Bawaslu, Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
DKPP Diminta Tengahi PerbedaanKoalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih menyambangi Kantor Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu (DKPP) RI pada Senin (3/9). Koalisi yang terdiri dari setidaknya 13 lembaga masyarakat itu meminta DKPP untuk menjadi penengah pandangan Bawaslu dan KPU.
Hadar Nafis Gumay, perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, mengatakan pihaknya khawatir melihat perbedaan pandangan antara dua penyelenggara pemilu tersebut mengenai salah satu pasal PKPU yany melarang mantan eks koruptor mendaftar sebagai calon legislatif.
"Kami agak
concern dengan KPU dan Bawaslu terutama tentang adanya sengketa di sejumlah daerah. Kalau sepengetahuan kami ada di daerah 12 mungkin akan tambah 5-6 lagi (yang akan lolos)," ujar Hadar dalam pertemuan tersebut.
Hadar meminta DKPP untuk mengingatkan Bawaslu agar menjalankan tugasnya. Sebagai pengawas, Bawaslu disebut seharusnya tidak pada tempatnya mempermasalahkan KPU.
Menurut undang-undang, KPU, Bawaslu dan DKPP disebut Hadar memiliki fungsi masing-masing sehingga tidak pada tempatnya saling "salip-salipan" atau menunjukkan siapa lebih hebat dengan kewenangannya. Sepantasnya, tiga lembaga ini saling menghormati.
"Kami berharap DKPP bisa mengambil peran untuk situasi ini. Saya kira ada rencana untuk ketemu. Ingatkan para penyelenggara ini untuk kerja bareng bukan salah salahan, bukan adu kekuatan," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz yang juga hadir dalam audiensi itu menambahkan bahwa perbedaan pandangan antara KPU dan Bawaslu sudah menjadi polemik sendiri di masyarakat.
Dia menilai ada diskursus antara Bawaslu, KPU dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dalam kasus ini. Kendati demikian, PKPU yang saat ini dijalankan oleh KPU adalah diklaimnya sebagai jalan tengah yang telah selesai meski tentu saja tidak bisa menyenangkan semua pihak .
"Tidak ada lagi perdebatan sudah selesai, pasal 76 , Bawaslu dan parpol berhak mengajukan judisial review ke MA (jika keberatan), materi muatan uji itu yang ada itu MA," lanjutnya.
Kendati demikian, perbedaan pandangan di Bawaslu dan KPU saat ini disebutnya malah membuat parpol yang sudah berkomitmen untuk tidak mencalonkan mantan napi korupsi jadi kebingungan.
"Perlu diingat bahwa meskipun para narapinda korupsi itu benar sudah menjalani hukuman mereka tetapi mereka tidak semuanya telah mengungkap siapa di balik mereka. Mereka diam saja, dijaga di dalam penjara, karena saat keluar mereka akan diterima lagi secara politik," lanjut Donal.
Sebagai jalan tengah akan kasus ini, Donal mengusulkan agar kedua lembaga tersebut tidak saling menuntut atau menekan masing-masing dalam penyelesaian kasus ini. Dia berharap baik DKPP bisa mengajak Bawaslu maupun DKPP untuk menyerahkan keputusan pada MA.
Sebelumnya, beberapa eks napi korupsi bisa kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif karena Bawaslu mengajukan sengketa pada Panwaslu setempat. Pada masa pendaftaran bacaleg, tiga mantan narapidana korupsi di Nanggroe Aceh Darussalam, Tana Toraja, dan Sulawesi Utara dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.
Namun, hasil sengketa menyatakan ketiganya memenuhi syarat (MS) sehingga menganulir keputusan KPU yang menyatakan mereka TMS. Ketidakpastian hukum inilah yang saat ini menjadi buah dari ketidaksepahaman KPU dan Bawaslu.
(pmg)