Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap Hadi Setiawan, selaku orang kepercayaan Direktur PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi. Hadi adalah tersangka suap kepada hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Merry Purba.
"KPK dengan bantuan Polri telah melakukan penangkapan tersangka HS (Hadi Setiawan)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/9).
Febri mengatakan penyidik KPK menangkap Hadi di Hotel Sun City, Sidoarjo, Jawa Timur, pagi tadi sekitar pukul 09.45 WIB. Saat penangkapan itu, Hadi diantar oleh istri dan beberapa anggota keluarganya di lobi hotel tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyidik KPK secara resmi melakukan penangkapan dan sebagai pemenuhan hak tersangka, penyidik memberikan turunan surat perintah penangkapan kepada istri HS," ujarnya.
Menurut Febri, penyidik langsung membawa Hadi menuju kantor KPK, Jakarta, dengan menggunakan pesawat dari Bandara Internasional Juanda, Jawa Timur. Hadi tiba di Gedung KPK sekitar pukul 15.30 WIB dan langsung menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
"Dilakukan pemeriksaan dan proses lanjutan lainnya," kata Febri.
Febri menambahkan pada saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap hakim PN Medan pada 28 Agustus 2018 lalu, Hadi sedang berada di Bali. Oleh karena itu, Hadi tak ikut diamankan tim penindakan KPK dari Medan, Sumatera Utara.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Merry, Tamin, panitera pengganti PN Medan Helpandi, serta Hadi sebagai tersangka.
Merry diduga menerima suap sebesar Sin$280 ribu dari Tamin selaku terdakwa korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara. Uang yang diberikan kepada Merry diduga untuk mempengaruhi putusan majelis hakim pada perkara yang menjerat Tamin.
Merry adalah salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin. Sementara ketua majelis hakim perkara tasmin adalah Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo. Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Mery menyatakan dissenting opinion.
Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar
(ayp/gil)