Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur Bali I Wayan Koster menyatakan tidak bakal melanjutkan proyek
reklamasi Teluk Benoa. Sebab menurut dia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan tak mutlak mengamanatkan reklamasi.
"Saya kira Perpres tidak menyuruh reklamasi. Jadi mau ada Perpres atau tidak, kalau gubernur mengatakan tidak ada reklamasi maka tidak akan dilaksanakan," kata Koster di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (5/9).
Wayan menyatakan bersama Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardana dalam kampanye mereka berjanji akan menjaga lingkungan dan keseimbangan alam di Bali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah masyarakat Bali memang menolak dengan keras proyek reklamasi di Teluk Benoa. Sebab peraturan presiden itu dianggap tak sejalan dengan Perpres Nomor 45 Tahun 2011, yang menyebut Teluk Benoa merupakan kawasan konservasi untuk melestarikan hutan mangrove.
Menurut kelompok Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), reklamasi bisa terus bergulir selama Perpres itu belum dicabut Presiden Jokowi. Namun, Wayan menyatakan selaku pengambil kebijakan bisa memutuskan menghentikan proyek reklamasi.
"Memanfaatkan ruang yang disediakan atau tidak itu tergantung pengambil kebijakan. Tidak perlu aturan (baru), cukup kebijakan," kata politikus PDI Perjuangan ini.
Pada Agustus lalu, Kepala Biro Humas KLHK Djati Witjaksono menyatakan PT TWBI perlu melengkapi dokumen Amdal khususnya dari aspek sosial budaya atau perizinan masyarakat setempat.
"Amdal ini kan harus ada aspek ekonomi, lingkungan, termasuk sosial budaya. Salah satunya dari aspek sosial budaya itu yang harus dilengkapi," ujar Djati saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com.
Proyek reklamasi ini berawal dari penerbitan Surat Keputusan (SK) Gubernur Bali Made Mangku Pastika nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa pada 26 Desember 2012. Penerbitan izin ini berasal dari rekomendasi kajian kelayakan Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana (LPPM UNUD).
Dikutip dari laman daring www.forbali.org izin reklamasi di Teluk Benoa seluas 838 hektare itu dianggap manipulatif karena penerbitannya diam-diam tanpa sepengetahuan masyarakat.
Kemudian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengesahkan Peraturan Menteri 17/Permen-KP/2013 yang mengizinkan reklamasi di zona konservasi non-inti pada 3 Juli 2013.
Namun dari sejumlah hasil studi kelayakan, proyek tersebut dianggap tidak layak. Bahkan Ombudsman juga menyatakan penerbitan SK reklamasi malaadministrasi.
Gubernur Pastika kemudian mencabut SK tersebut dan menerbitkan SK 1727/01-B/HK/2013 tentang izin studi kelayakan rencana pemanfaatan, pengembangan, dan pengelolaan wilayah perairan Teluk Benoa pada 16 Agustus 2013. Namun, penerbitan SK baru itu dianggap sekadar revisi dari SK pertama dan tetap mengizinkan PT TWBI melakukan kegiatan reklamasi di Teluk Benoa.
Pada 30 Mei 2014, Presiden RI saat itu Soesilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Perpres 51/2014 yang mengizinkan reklamasi di wilayah konservasi Teluk Benoa.
Tak berapa lama, KKP menerbitkan izin lokasi reklamasi pada 25 Agustus 2014 sebagai perubahan izin lokasi sebelumnya. Izin ini kemudian menjadi landasan hukum penyusunan Amdal bagi PT TWBI.
Hingga akhirnya pada 27 Agustus kemarin, KLHK menyatakan Amdal proyek reklamasi masih perlu dilengkapi. Selain itu izin yang dipegang PT TWBI telah kedaluarsa sejak pukul 00.00 WIB tanggal 26 Agustus 2018. Artinya, PT TWBI tak memiliki izin untuk melanjutkan pembangunan proyek.
(ayp/gil)