Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Bos Lippo Group,
Eddy Sindoro, tersangka suap kepada Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, sempat dideportasi otoritas Malaysia saat menghindari proses hukum di
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Eddy Sindoro berhasil kabur lagi ke luar negeri atas bantuan pengacara Lucas.
"Kronologisnya ketika ESI (Eddy Sindoro) ini ditangkap di Malaysia mau dideportasi ke Indonesia, yang bersangkutan (Lucas) berperan untuk kemudian mengirim ESI ke suatu negara ASEAN untuk mengirim ke negara lain," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta, Senin (1/10).
Saut mengatakan bahwa Eddy Sindoro sempat mendarat terlebih dahulu di Jakarta. Menurut Saut, atas bantuan Lucas, Eddy Sindoro kembali berhasil keluar dari wilayah Indonesia menuju negara lain. Namun, Saut tak menyebut negara yang dituju Eddy Sindoro.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"LCS diduga berperan untuk tidak memasukkan tersangka ESI ke wilayah juridiksi Indonesia tapi dikeluarkan kembali keluar negeri," ujarnya.
Hampir dua tahun KPK mencari keberadaan Eddy Sindoro yang melarikan diri ke luar negeri. Lembaga antirasuah itu menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka suap pengajuan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada November 2016.
Saut pun kembali meminta Eddy Sindoro untuk menyerahkan diri kepada pihaknya. Saut menyarankan agar Eddy Sindoro kooperatif dalam perkara yang sudah menjerat dua orang sebagai terpidana, yakni Edy Nasution dan Doddy Aryanto Supeno.
"Terhadap ESI (Eddy Sindoro), kami imbau kembali agar bersikap kooperatif dengan proses hukum dan segera menyerahkan diri ke KPK," kata Saut.
KPK menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka suap kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, pada akhir 2016. Eddy diduga memberikan sejumlah uang kepada Edy Nasution terkait dengan sejumlah perkara yang berkaitan dengan Lippo Group.
Dalam perkara suap itu, Edy Nasution dan Doddy Aryanto Supeno telah divonis bersalah. Edy Nasution divonis 5,5 tahun penjara, sementara Doddy Aryanto divonis 4 tahun penjara.
Edy Nasution dinyatakan terbukti menerima suap Rp100 juta terkait penundaan teguran perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan Kymco di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dia juga terbukti menerima uang US$50 ribu dan Rp50 juta untuk pengurusan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) meski sudah melewati batas waktu.
Selain itu, Edy Nasution juga terbukti menerima gratifikasi yang tak sesuai dengan tugasnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni sejumlah US$70 ribu, Sin$9.852, dan Rp10.350.000. Uang-uang tersebut terkait pengurusan perkara kasasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
(fra/ugo)