Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan tak berfungsinya alat deteksi tsunami,
buoy, termasuk dalam deteksi dini
tsunami Palu, Sulawesi Tengah. Kemungkinan, tak ada kerugian negara dalam kasus ini, meski disebut ada inefisiensi.
Rusaknya buoy mencuat setelah gempa dan tsunami yang melululantahkan sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah, pada Jumat (28/9). DPR pun mempertanyakan keberadaan buoy di yang tak aktif di seluruh perairan Indonesia.
"Buat kami itu jadi lebih menarik ketika kemarin
early warning system dari tsunami itu enggak jalan. Itu menarik, [buoy] itu enggak jalan kenapa?" kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta, Senin (1/10) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan saat terjadi gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami biasa akan ada pesan singkat yang dikirim secara bersamaan kepada masyarakat. Namun, saat kejadian kemarin sistem tersebut tak berjalan.
"Nah
blasting-nya juga enggak ada, kemudian responsnya juga lambat. Jadi kalau KPK bilang sih negara mungkin tak merasa dirugikan tapi dia tidak efisien," ujarnya.
Saut menyebut pihaknya bakal mempelajari tidak beroperasinya buoy untuk mendeteksi tsunami sejak 2012 silam. Tak berfungsinya buoy itu pertama kali disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
 Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, di Jakarta, 2016. ( CNN Indonesia/Safir Makki) |
"Ya nanti kita lihatlah, kenapa peralatan itu bisa enggak berfungsi semuanya," kata dia.
Dana BantuanLebih lanjut, Saut tak mempermasalahkan pemberian dana dari sejumlah daerah kepada korban gempa dan tsunami di Sulteng. Dia hanya mengingatkan bahwa pencatatan peruntukan dana tersebut harus jelas.
"Tapi yang saya katakan uang keluar masuk musti jelas peruntukkannya, mereka juga punya sumber dana dan lain-lain," kata dia.
Saut membuka kemungkinan KPK bakal membuka kantor di Palu, seperti saat gempa dan tsunami terjadi Aceh 2004 silam. Sebab, dana bantuan, khususnya yang dari luar negeri dengan jumlah besar, harus dipantau penggunaannya agar tak terjadi penyimpangan.
"Kenapa dulu waktu kejadian Aceh KPK ada di sana berkantor di sana? Ya bisa jadi nanti kita berkantor juga di Palu. Kalau angkanya cukup besar dan tidak efisien, nanti kan negara luar melihatnya seperti apa gitu
lho," ujarnya.
 Warga korban gempa mengambil berbagai keperluan logistik sebuauh toko, di Mamboro, Palu Utara, Sulawesi Tengah, Senin (1/10). ( ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja) |
Mantan Staf Ahli Badan Intelijen Negara (BIN) itu menyebut bisa saja masalah penggunaan dana bantuan itu bukan korupsi, melainkan kesalahan manajemen.
"Sejauh ini KPK belum membentuk tim, tapi sudah ada diskusi diskusi tentang itu supaya seperti di Aceh," tutup Saut.
(fra/arh)