Jakarta, CNN Indonesia -- Sekarung sandal hingga satu unit mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) milik Bank BNI menjadi barang bukti yang disita polisi dari aksi
penjarahan yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah pascabencana
gempa pada Jumat (28/9) lalu.
Polisi juga menyita sejumlah barang lain seperti perangkat audio (
sound system), monitor LCD, mesin pencetak atau
printer, amplifier, linggis, betel, obeng, sepeda motor, pendingin ruangan (AC), kunci T, kunci inggris, palu, slang, botol, kompresor AC, dispenser, mikrofon, sekarung sepatu, serta satu dus pakaian dan celana.
"Barang bukti beragam. Sekarang bersama tersangka dalam penanganan tim gabungan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tengah dan Satuan Reserse Kriminal Polresta Palu," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/10).
Barang-barang tersebut disita dari tangan 45 orang tersangka yang diduga melakukan aksi penjarahan di lima lokasi berbeda di Palu yakni Mal Tatura, ATM Center di Peubungo, gudang PT Adira Finance, Grand Mall, dan butik Anjungan Nusantara. Menurut dia, seluruh tersangka akan dijerat dengan Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan.
Sejumlah minimarket menjadi sasaran aksi penjarahan masyarakat di Palu. Beberapa dari aksi penjarahan itu digagalkan oleh aparat kepolisian seperti di Transmart dan sebuah toko telepon seluler di Jalan Basuki Rahmat.
"Tadi pagi saya dapat laporan ada yang mencoba menjarah toko
handphone kemudian dapat diantisipasi. Ada Transmart di sana coba dimasuki orang-orang tidak bertanggung jawab, tetapi bisa dikendalikan polisi," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, Senin (1/10).
Kata dia, polisi memahami kondisi warga Kabupaten Donggala dan Kota Palu yang 'terpaksa' mengambil barang-barang kebutuhan pokok, mengingat masa krisis usai gempa dan tsunami.
Namun polisi bakal menindak tegas orang-orang yang dengan segaja menjarah benda-benda lain di luar kebutuhan yang mendesak karena perbuatan mereka tergolong sebagai kriminal.
"Polri tetap perhatian bahwa penjarahan dalam tanda petik disebut itu tidak boleh terjadi. Masyarakat diimbau kalau memang itu kebutuhan pokok, kami masih mungkin dalam toleransi. Tetapi kalau barang-barang lain, ini sudah kriminal," kata jenderal bintang dua itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(mts/dea)