Masa Tanggap Darurat di Sulteng Diprediksi Akan Diperpanjang

Tim | CNN Indonesia
Sabtu, 06 Okt 2018 00:42 WIB
BNPB menyatakan masa tanggap darurat di Sulawesi Tengah (Sulteng) yang akan berakhir 11 Oktober 2018 kemungkinan akan diperpanjang.
Anggota TNI mencari korban pascagempa dibawah reruntuhan puing-puing bangunan Hotel Roa Roa, Jl. Pattimura No. 72 Kota Palu. (Dok. Puspen TNI)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masa tanggap darurat penanganan gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah segera berakhir pada 11 Oktober 2018. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan kemungkinan masa tanggap darurat akan diperpanjang.

"Memang masa tanggap darurat ditetapkan 14 hari, masa tanggap darurat pertama kemungkinan nanti akan diperpanjang," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, di Graha BNPB, Jumat (5/10).

Sutopo menjelaskan keputusan perpanjangan masa tanggap darurat harus melalui koordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya. Setelah itu hasil koordinasi akan disampaikan ke Gubernur Sulawesi Tengah untuk menentukan periode tersebut diperpanjang atau tidak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejatinya sesuai prosedur Basarnas, Sutopo melanjutkan, pencarian korban berlangsung selama 7 hari. Jika dirasa perlu, waktu pencarian akan ditambah 3 hari. Selama 10 hari tersebut kekuatan pencarian dilakukan semaksimal mungkin.

Lewat dari 10 hari, ada kemungkinan menambah waktu lagi sampai 4 hari. Namun tenaga pencarian korban akan dikurangi.

"Karena dalam proses pencarian, di atas 10 hari korban diperkirakan sudah meninggal dunia," jelas Sutopo.
BNPB sebelumnya telah menjelaskan upaya pencarian korban masih terus berlangsung terutama di wilayah-wilayah yang kena dampak parah gempa dan tsunami, seperti di Petobo, Balaroa, Jono Oge, dan Sigi.

Alat berat untuk mengangkat puing reruntuhan hingga helikopter telah dikerahkan untuk menjangkau korban yang meninggal ataupun yang masih hidup.

Data BNPB pada hari ini menunjukkan jumlah korban meninggal dalam bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah ini mencapai 1.571 orang. Sementara itu korban yang dinyatakan hilang sebanyak 113 orang dan jumlah korban yang tertimbun sebanyak 152 orang.

Kurang Dana

Sutopo mengatakan saat ini dana cadangan untuk bencana yang dianggarkan di APBN 2018 hanya sekitar Rp4 triliun. Jumlah itu jauh dari kata cukup untuk mengurusi bencana besar seperti yang terjadi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.

"Rp4 triliun untuk Lombok saja kurang, apalagi ditambah untuk Palu, ditambah untuk bencana-bencana lain," ucap Sutopo.
Sutopo mencontohkan untuk menangani bencana seperti kebakaran hutan saja diperlukan dana sekitar Rp500 miliar setiap tahun. Belum lagi untuk penanganan bencana seperti longsor dan banjir yang kerap berulang tiap tahun. Ini sebabnya Sutopo merasa dana cadangan untuk penanganan bencana terlampau kecil. Sehingga kalaupun ditambah setidaknya harus menjadi berlipat ganda dari yang ada saat ini.

"Idealnya berapa? Rp15 triliun. Jika ada seperti itu maka penanganan bencana bisa menjadi lebih cepat baik untuk darurat maupun pascadarurat," imbuh Sutopo.

Di sisi lain, Sutopo menjelaskan sebenarnya ada alternatif untuk mengakali minimnya dana cadangan untuk penanganan bencana yakni asuransi bencana.

Meski hal ini sudah dibahas beberapa kali dengan Komisi VIII DPR RI, alternatif itu tak kunjung terwujud lantaran ada regulasi di Kementerian Keuangan yang belum memungkinkan.

"Kalau ada asuransi bencana, terutama kerusakan rimah bisa cepat sekali terganti. Tapi kalau tidak ada, kita menunggu tambahan-tambahan anggaran tadi," pungkas Sutopo.

BNPB belum merilis nilai kerugian yang disebabkan oleh gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Namun Sutopo memperkirakan nilai kerugian di sana sudah lebih dari Rp10 triliun.

Data BNPB per Jumat (5/10) menunjukkan jumlah bangunan yang rusak di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat mencapai 66.238 unit.
(bin/ugo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER