Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan mengumumkan secara resmi penghentian proyek
reklamasi di Teluk Jakarta, Rabu (26/9) lalu. Hal itu ditandai dengan pencabutan izin prinsip dan izin pelaksanaan proyek tersebut.
Dengan itu, proses pembangunan 13 pulau reklamasi dihentikan. Untuk pulau reklamasi yang telah kadung terbangun, yakni pulau C, D, G, Anies mengaku akan memanfaatkannya untuk kepentingan masyarakat.
"Reklamasi bagian dari sejarah, tapi bukan bagian dari masa depan Jakarta," kata Anies kala itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pencabutan izin itu dilakukan berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Pulau Reklamasi yang dibentuk oleh Anies lewat Peraturan Gubernur Nomor 58 Tahun 2018. Pergub tersebut, kata Anies, dibuat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantau Utara Jakarta.
Pembentukan badan reklamasi tersebut sempat membuat Anies dituding akan kembali melanjutkan proyek reklamasi. Pasalnya, hampir di saat yang sama dengan Pergub itu terbit Anies telah menyegel bangunan dan proyek di pulau C dan D hasil reklamasi.
Lebih dari itu, Anies juga menegaskan tidak akan melakukan pembongkaran terhadap pulau reklamasi yang sudah ada. Selain pulau C, D, dan G, pulau N juga sudah terbentuk. Namun, pulau itu dimiliki oleh PT Pelindo II, yang kewenangannya berada di pemerintah pusat, dan direncanakan untuk menjadi pelabuhan.
 Pembangunan di sebuah pulau reklamasi di Teluk Jakarta, beberapa waktu lalu. ( CNN Indonesia/Setyo Aji Harjanto) |
Untuk rencana pemanfaatannya sendiri, saat ini Anies mengatakan salah satu pulau kemungkinan akan dijadikan pusat hiburan. Namun, penataan itu perlu menunggu Peraturan Daerah (Raperda) tentang perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil yang saat ini tengah dirancang.
Selain pusat hiburan, pulau reklamasi itu rencananya juga akan dimanfaatkan untuk lahan perumahan, ruang terbuka hijau, dan kegiatan komersil.
Pengamat tata kota Nirwono Joga menyampaikan masih ada sejumlah PR yang harus dikerjakan Anies pasca memutuskan menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
Pertama, soal kelanjutan nasib pulau reklamasi yang telah terbangun.
Ia berpendapat akan lebih baik jika Anies memanfaatkan pulau tersebut sebagai ruang terbuka hijau dengan berbagai fungsi ekologis, seperti hutan mangrove hutan kota, kebun raya, maupun untuk kompleks olahraga.
"Paling aman dijadikan ruang terbuka hijau," kata Nirwono kepada
CNNIndonesia.com, Minggu (14/10).
 Penyegelan bangunan yang berada di Pulau D Reklamasi karena tidak memiliki izin, Kamis (7/6). ( CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati) |
PR kedua, kata Nirwono, adalah potensi gugatan hukum dari para pengembang yang tak lagi bisa meneruskan proyeknya karena pencabutan izin itu.
Ketiga, sambungnya, penyusunan peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang tata ruang di wilayah tersebut.
"Harus segera diperjelas dan dipercepat agar ada kejelasan kepada masyarakat dan pengembang bagaimana rencana penataan ke de depan," tutur Nirwono.
Diketahui, perda disusun bersama antara Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta. Sementara, pergub, yang kekuatannya di bawah perda, hanya disusun oleh Gubernur.
Anies sendiri dikabarkan tengan menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil. Namun, belum diketahui rinciannya.
Terpisah, pengamat tata kota Yayat Supriyatna mengatakan pemenuhan janji kampanye Anies untuk menghentikan proyek reklamasi saat ini baru sampai pada langkah strategis.
 Deretan rumah yang sudah terbangun di Pulau D. ( CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Menurutnya, Anies perlu segera memikirkan langkah lanjutan dari pencabutan izin proyek reklamasi tersebut.
"Di satu sisi janjinya dipenuhi, tapi di satu sisi lagi ini kan menjadi sebuah pertanyaan tentang kelanjutannya terkait persoalan pembangunan ke depan," kata Yayat.
Soal pemanfaatan pulau reklamasi yang sudah ada, Yayat meminta Anies harus memikirkannya dalam konteks pembangunan jangka panjang, bukan hanya terjebak pada arah politik. Jika itu yang terjadi, kebijakan pembangunan akan terus berganti tiap kali gubernur berganti.
"Implementasi kebijakan jadi masalah karena setiap gubernur berbeda kebijakan yang satu menyetujui mengeluarkan izin, yang satu membatalkan," ujarnya.
Yayat menambahkan kebijakan menghentikan proyek reklamasi tersebut juga menunjukkan jika Anies telah mengambil inisiatif mengubah tata ruang di wilayah Teluk Jakarta. Karenanya, masih perlu ditunggu apa kebijakan Anies selanjutnya terkait dengan pemanfaatan pulau reklamasi tersebut.
"Pak Anies kan biasanya senangnya sama yang keadilan, senangnya sama yang pro [rakyat] kecil. Ini, walaupun sebuah hal [yang] diperdebatkan, kita menunggu apa bentuk penundaan itu dengan kebijakan lebih lanjut.
Wait and see lah," ujar Yayat.
(dis/arh)