Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Said Aqil Siradj menegaskan penetapan
Hari Santri Nasional yang jatuh setiap 22 Oktober bukan intervensi pemerintah terhadap pesantren.
"Saya tegaskan, penetapan Hari Santri bukan intervensi pemerintah terhadap pesantren. Tetapi merupakan bentuk penghargaan," ujar Said dalam keterangan tertulis, Senin (22/10).
Said menuturkan santri dan kaum pesantren berjasa dalam membentuk karakter bangsa lewat keluhuran akhlak dan kemandirian. Hari Santri, kata dia, juga sebagai bentuk pengakuan negara atas jasa ulama dan santri dalam merebut kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia pengakuan kepada ulama dan santri tidak terlepas dari Resolusi Jihad yang dikumandangkan Rais Akbar NU Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945.
Seruan Hasyim di hadapan konsul-konsul NU seluruh Jawa-Madura itu, kata dia, merupakan cikal bakal peristiwa perlawanan rakyat Surabaya pada 10 November.
Jauh sebelum peristiwa itu, Said mengatakan santri telah menyatakan Nusantara sebagai Darus Salam (negeri yang damai). Santri juga berjasa karena terlibat dalam penghapusan tujuh kata terkait penerapan syariat Islam dalam Piagam Jakarta yang menjadi perdebatan.
Pada tahun 1953, Said menyampaikan santri juga memberi gelar bagi Presiden Sukarno sebagai Waliyyatul Amri ad-Dharuri bis Syaukah (pemimpin yang harus ditaati) dan menyebut DI/TII sebagai pemberontak yang harus diperangi.
"Tahun 1983/1984, kaum santri memelopori penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa-bernegara dan menyatakan NKRI sudah final sebagai konsensus nasional," ujarnya.
Selepas reformasi, Said mengklaim santri sebagai bandul kekuatan moderat. Dalam peran itu santri disebut Said mengawal sehingga perubahan konstitusi tidak melenceng dari khitah NKRI sebagai negara bangsa yang mengakui seluruh warganya memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Said berharap Hari Santri menjadi momentum transformasi gerakan penguatan paham kebangsaan yang bersintesis dengan keagamaan. Hari santri, kata dia, juga diharapkan sebagai revitalisasi etos moral kesederhanaan, asketisme, dan spiritualisme yang melekat sebagai kaum santri.
"Etos ini penting di tengah merebaknya korupsi, narkoba, LGBT, dan hoaks yang mengancam masa depan bangsa," ujar Said.
(panji/wis)