Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung menunda eksekusi penahanan kasus terdakwa mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram,
Baiq Nuril Maknun. Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri menyatakan keputusan ini diambil menyusul polemik yang berkembang di publik dan sudah berskala nasional.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram sejatinya akan memanggil Baiq Nuril pada Rabu (21/11) untuk eksekusi penahanan.
"Karena persepsi keadilan ruangnya tidak saja bernuansa kearifan lokal, tapi juga nuansa nasional. Akhirnya kita lakukan kajian diskusi yang mendalam dan kita putuskan eksekusinya kita tunda," kata Mukri kepada
CNNIndonesia.com, Senin (19/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mukri mengungkapkan keputusan itu sudah melalui sejumlah pertimbangan di internal Kejaksaan Agung. Salah satu pertimbangannya adalah terkait persepsi keadilan.
Di samping itu, Mukri mengatakan per hari ini pula Kejari Mataram telah menerima surat penangguhan eksekusi Baiq Nuril. Selanjutnya, Kejaksaan meminta Baiq Nuril untuk segera melakukan peninjauan kembali (PK) atas putusan yang ia terima di Mahkamah Agung (MA).
"Cuma kita tekankan untuk segera pengajuan PK. Tidak ada prosedur batasan waktu, hanya secepatnya kita minta untuk itu," terang dia.
Kasus Nuril menjadi sorotan publik setelah rekaman pembicaraan tak senonoh mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim kepadanya terungkap. Rekaman itu tersebar di kalangan pegawai SMAN 7 Mataram. Nuril membantah jika dirinya menyebarkan rekaman itu. Namun ia bicara kepada Imam Mudawin, rekan kerjanya perihal perilaku Muslim dan rekaman tersebut.
Beberapa waktu kemudian Imam mendesak Nuril agar diperbolehkan menyalin rekaman. Setelah itu, rekaman tersebar ke pegawai di sekolah.
 Petisi amnesti untuk Baiq Nuril. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Muslim kemudian melaporkan Nuril ke Polres Mataram atas dugaan melanggar Pasal 27 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Nuril kemudian dibawa ke pengadilan atas kasus tersebut.
Di persidangan tingkat pertama Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah karena tidak terbukti mendistribusikan mentransmisikan atau membuat dapat rekaman tersebut diakses publik.
Namun, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Singkat cerita pada 26 September 2018 lalu, MA memutus Baiq bersalah. Nuril dijatuhi vonis enam bulan penjara dan denda sebesar Rp500 juta.
Selain akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK), Baiq Nuril juga melaporkan Muslim ke polisi.
Siang ini, Nuril bersama tim kuasa hukumnya telah mendatangi Mapolda NTB untuk melaporkan Muslim. Saat ditemui di kediamannya kemarin, kepada
CNNIndonesia.com, Nuril mengatakan akan melaporkan Muslim terkait omongan cabul.
(ctr/dal)