Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (
TKN) pasangan
Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding, menilai kasus yang menimpa
Baiq Nuril menunjukan pihak penegak hukum tak memiliki sensitivitas dalam melindungi perempuan.
Ia mengatakan Baiq merupakan korban yang harus dilindungi dan tak seharusnya diperkarakan dalam kasus tersebut.
"Kasus Baiq menunjukkan sensitivitas penegak hukum dalam melindungi perempuan belum sepenuhnya memadai. Pelaku yang melecehkan Baiq secara verbal malah dibiarkan. Tapi Baiq yang menjadi korban pelecehan malah dihukum," kata Karding dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baiq Nuril adalah seorang staf tata usaha (TU) di SMAN 7 Mataram yang berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) divonis 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta.
Baiq dianggap menyebarkan percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram dan melanggar Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Karding menyebut Presiden Joko Widodo mengambil langkah tepat menyarankan Baiq mengajukan peninjauan kembali (PK). Dia menyebut hal itu sebagai bentuk keberpihakan Jokowi agar Baiq tetap mendapatkan keadilan tanpa melakukan intervensi hukum.
"Saran presiden agar Baiq mengajukan peninjauan kembali dan mengirim permohonan grasi bukanlah intervensi hukum tapi kecintaan pemimpin kepada rakyatnya," ujarnya.
Selain itu, Karding mengatakan pemerintahan Jokowi sangat serius memperjuangkan hak dan perlindungan terhadap perempuan.
Ia mengklaim pemerintahan Jokowi terus memperbaiki dan meningkatkan hal terkait proses hukum di Indonesia, salah satunya dengan meningkatkan kapasitas dan sensitivitas aparat penegak hukum terhadap isu-isu kelompok rentan kekerasan seperti perempuan dan anak.
"Harapannya perempuan tidak saja mendapatkan perlindungan hukum tapi meredam kasus-kasus kejahatan terhadap perempuan," kata Karding.
Pada kemarin, Kejaksaan Agung telah menunda eksekusi kasus ITE dengan terdakwa Mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknun.
Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri menyatakan keputusan ini diambil menyusul polemik yang berkembang di publik dengan skala nasional.
Mukri mengungkapkan keputusan itu sudah melalui sejumlah pertimbangan di internal Kejaksaan Agung. Salah satu pertimbangannya adalah terkait persepsi keadilan.
"Karena persepsi keadilan ruangnya tidak saja bernuansa kearifan lokal, tapi juga nuansa nasional, akhirnya kita lakukan kajian diskusi yang mendalam dan kita putuskan eksekusinya kita tunda," kata Mukri kepada CNNIndonesia.com, Senin (19/11).
(rzr/vws)