Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (
BMKG) menjawab tudingan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (
LIPI) yang menyebut model mitigasi bencana
tsunami Selat Sunda miliknya ketinggalan zaman.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono mengatakan sistem peringatan dini tsunami yang saat ini telah terbangun dan dioperasikan oleh BMKG adalah sistem peringatan yang berbasis gempa tektonik. Dalam sistem ini, kata Rahmat, terdapat sejumlah perangkat seperti
monitoring lewat
seismometer untuk mendeteksi gempa.
"Serta
tide gauge untuk
monitoring tinggi muka air laut yang terpasang di pinggir pantai, analisis, pemodelan tsunami, dan sistem diseminasi," jelas Rahmat dalam keterangan tertulisnya yang diterima
CNNIndonesia.com, Kamis (3/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rahmat menjelaskan seluruh perangkat tersebut akan beroperasi berurutan secara otomatis apabila terdeteksi gempa tektonik potensi tsunami. Rahmat mengatakan BMKG hanya bertanggung jawab dalam operasional sensor seismometer untuk deteksi gempa.
"Sedangkan operasional
tide gauge menjadi tanggung jawab Badan Informasi Geospasial (BIG). Namun hal itu tidak banyak diketahui khalayak," ujarnya.
Rahmat menjelaskan pada peristiwa tsunami Selat Sunda kemarin, tidak ada aktivitas tektonik di Selat Sunda yang memenuhi lingkup Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk memutuskan peringatan dini tsunami. Hingga akhirnya, pernyataan tsunami di wilayah Selat Sunda berdasarkan
monitoring perubahan tinggi muka air laut dari data tide gauge yang terpasang di pesisir Marina Jambu (Kabupaten Serang) dan Pelabuhan Banten (Cilegon).
Warga membakar puing bangunan yang rusak akibat gelombang tsunami di Way Muli, Rajabasa, Lampung Selatan, Rabu (2/1). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A |
"Perlu untuk digarisbawahi bahwa BMKG tidak menggunakan model tsunami yang diakibatkan oleh erupsi gunung api di laut untuk memastikan bahwa yang terjadi pada saat itu adalah gelombang tsunami, mengingat tsunami yang terjadi bukan disebabkan oleh gempa tektonik," tuturnya.
Meski demikian, Rahmat mengakui terdapat perbedaan antara hasil pengamatan data
tide gauge yang terbaca oleh petugas operasional BMKG dengan hasil survei tinggi tsunami langsung di lapangan.
"Sehingga karena pentingnya akurasi data
tide gauge untuk konfirmasi tsunami perlu kiranya untuk mengevaluasi atau mengkalibrasi ulang perangkat
tide gauge yang terpasang di seluruh Indonesia," tuturnya.
Rahmat mengatakan kalibrasi penting untuk mengetahui tinggi tsunami yang terjadi. Lembaga yang mengoperasikan tide gauge adalah BIG.
Dia melanjutkan saat ini BMKG telah memiliki 18 ribu model tsunami yang terintegrasi dengan operasional sistem peringatan dini tsunami berbasis gempa tektonik. Dia juga mengklaim kecepatan dan keakuratan informasi BMKG telah diakui oleh negara-negara di sepanjang Samudera Hindia.
Petugas BMKG memasang alat pengukur ketinggian air atau "water level" saat berlangsung erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) di Pelabuhan Pulau Sebesi, Lampung Selatan, Lampung. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) |
Setidaknya terdapat 28 negara yang mengandalkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang disebut Tsunami Service Provider (TSP) untuk memberikan peringatan dini kepada seluruh negara di Samudera Hindia, apabila terjadi gempa potensi tsunami di wilayah tersebut
"Model tsunami yang dikembangkan oleh BMKG bukanlah model yang ketinggalan zaman," jelasnya.
Meski demikian Rahmat mengakui masih banyak perbaikan yang harus dilakukan dalam pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami yang telah ada. Perbaikan itu dapat dilakukan lewat kerja sama dengan LIPI maupun Perguruan Tinggi.
(gst/ain)