Jakarta, CNN Indonesia -- Survei terbaru
LSI Denny JA mencatat
Gerindra menempati posisi kedua teratas dalam hal elektabilitas. Elektabilitas Gerindra per Desember 2018 sebesar 12,9 persen, unggul dari
Golkar di peringkat tiga dan hanya kalah dari
PDI Perjuangan yang elektabilitasnya sebesar 27,7 persen.
Meski demikian posisi Gerindra belum dipastikan aman. Sebab, berdasarkan rangkaian survei pada Agustus hingga Desember 2018 itu, elektabilitas Gerindra menunjukkan tren yang tidak stabil alias turun naik.
"Di nomor dua ada perebutan yang ketat antara Gerindra dan Golkar. Selisihnya antara Gerindra dan Golkar sekarang 2,9 persen, masih bisa bersaing untuk memperebutkan posisi
runner up," ujar peneliti LSI Ardian Sopa di kantor LSI, Jakarta Timur, Selasa (8/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Survei LSI Denny JA memperlihatkan pada bulan Agustus elektabilitas Gerindra sebesar 13,1 persen, lalu turun jadi 11,5 persen pada September, turun lagi ke 11,3 persen pada Oktober, naik menjadi 14,2 persen pada November dan 12,9 persen pada Desember.
Ardian mengatakan ada beberapa faktor yang membuat elektabilitas Gerindra tak stabil. Faktor itu di antaranya sosok Prabowo Subianto dan isu-isu politik dari Gerindra yang mengedepankan sensasi ketimbang substansi.
Faktor Prabowo disebut ikut andil menaikkan elektabilitas Gerindra, sementara isu sensasional berpengaruh sebaliknya.
"Secara tren ada penurunan disebabkan oleh banyak hal dan bisa jadi lebih kepada politik yang sensasional dibandingkan dengan substansi, itu juga bisa berpengaruh sehingga yang awalnya Gerindra bisa dapat suara yang lumayan besar tetapi sekarang ini turun itu juga karena tidak teralu banyak bermain di hal yang substansi tapi di hal yang sensasi," ujarnya.
Ardian berkata berdasarkan hasil uji di survei sebelumnya, isu-isu sensasional justru tidak menguntungkan bagi capres dan partai.
Dia mencontohkan isu politik sensasional yang berpengaruh pada penurunan elektabilitas Gerindra seperti pernyataan Prabowo soal Indonesia akan punah, hingga isu selang cuci darah RSCM yang disebutnya digunakan oleh 40 orang.
"Kemudian juga hal lain secara isu di survei sebelumnya kita uji kalau ternyata isu yang sensasional tidak menguntungkan capres yang ada. Sehingga apa yang terjadi di Pak Prabowo akan berefek pada Partai Gerindra," ucapnya.
Survei LSI Denny JA dilakukan setiap bulan di 34 provinsi dengan menggunakan 1200 responden. Metode yang digunakan dengan metode
multistage random sampling.
Sementara,
margin of error setiap survei kurang lebih 2,9 persen. Selain itu survei juga dilengkapi dengan penelitian kualitatif metode analisis media, diskusi kelompok terfokus (FGD) dan wawancara mendalam.
"LSI merangking dari bulan Agustus sampai Desember terdapat lima partai terbesar.
Big five ada PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, kemudian ada Partai Demokrat," tutur Ardian Sopa.
(gst/wis)