Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan
Jokowi-Ma'ruf Amin, Verry Surya Hendrawan menilai
Prabowo Subianto tak memahami konsep tata negara Indonesia soal pernyataannya presiden sebagai penegak hukum tertinggi atau
chief of law enforcement officer di
debat capres cawapres yang digelar Kamis (17/1) malam.
"Pernyataan bahwa presiden adalah sebagai "chief of law enforcement officer" sangat berbahaya, ini tanda kurangnya pemahaman ketatanegaraan," kata Verry dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/1).
Diketahui, Prabowo menyebutkan dirinya akan menjadi
chief of justice enforcement alias panglima hukum tertinggi pada bidang penegakan hukum apabila terpilih menjadi presiden pada debat tersebut.
Verry menilai Prabowo kurang memahami fungsi dan pemisahan kekuasaan dalam hukum tata negara di Indonesia saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut konsep trias politica seperti eksekutif, legislatif dan Yudikatif memiliki fungsi dan kekuasaan tersendiri dan tak bisa dicampur adukkan satu sama lain.
Untuk konteks Indonesia, kata dia, Yudikatif merupakan sektor yang memiliki fungsi dan kekuasaan sebagai penegak hukum.
"Ini sama saja memandang bahwa eksekutif dapat mengintervensi yudikatif, dan menyalahgunakan kekuasaan," kata dia
 Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Golkar TB Ace Hasan. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono) |
Senada dengan Verry, Juru Bicara TKN Ace Hasan Syadzily mengatakan Prabowo telah salah kaprah mengartikan konsep presiden sebagai panglima hukum tertinggi.
Ace menilai konsep itu tak dikenal dalam konsep ketatanegaraan di Indonesia karena posisi presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
"Kekuasaan kehakiman (yudikatif) ada di tangan Mahkamah Agung," kata dia.
Politikus Golkar itu menyadari memang presiden memiliki kekuasaan untuk membentuk undang-undang dan APBN yang mengatur masalah hukum bersama DPR. Tak hanya itu, presiden bisa serta merta mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung dan Kapolri.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa kekuasaan presiden turut dibatasi karena tak diperbolehkan mengintervensi ranah hukum yang telah menjadi domain yudikatif.
"Penegakan hukum memiliki koridor tersendiri berdasarkan
due process of law. Jadi, pernyataan Prabowo untuk menempatkan presiden sebagai
chief law enforcement officer jelas keliru," kata dia
"Jadi rakyat bisa melihat semalam apa yg ditawarkan oleh Prabowo Sandi blunder, klise dan juga miskin gagasan segar," ujarnya.
Prabowo Tidak Bermaksud Intervensi HukumWakil Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Hidayat Nur Wahid menjelaskan maksud pernyataan Prabowo terkait
chief of law enforcement officer yang disampaikan dalam debat capres cawapres perdana pilpres 2019.
"Beliau [Prabowo] pasti tidak dalam posisi mengintervensi penegakan hukum. Beliau [Prabowo] pasti paham trias politika," kata Hidayat di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat.
 Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto) |
Prabowo, kata dia, hanya ingin menegaskan bahwa aturan hukum maupun proses penegakan hukum tidak boleh mengambang atau saling tidak tumpang tindih.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menganggap sebagai kepala negara, presiden dapat berperan untuk mengatasi persoalan tersebut dalam koridor negara hukum.
"Kepala negara untuk memastikan seluruh pihak sejak dari proses awalnya dan proses akhirnya betul-betul melaksanakan ketentuan hukum dan tidak terjadi tumpang tindih," ujarnya.
Istilah
chief of law enforcement muncul dalam debat perdana di segmen hukum dan HAM. Saat itu, Prabowo memberikan tanggapan atas jawaban Jokowi terkait penyelarasan aturan di Indonesia. Prabowo menilai aturan saat ini tumpang tindih.
"Pemerintah itu yang bertanggung jawab untuk penyelarasan, perbaikan, untuk menghasilkan produk-produk aturan itu. Presiden adalah chief of law enforcement," kata Prabowo.
(swo/rzr/dea)