Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Jelang bebas, salah satu yang mengejutkan dari sosok
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok adalah dia tak ingin dipanggil dengan panggilan lamanya itu.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lebih ingin
dipanggil BTP, singkatan dari nama panjangnya.
Padahal nama Ahok seakan sudah menjadi 'merek' sekaligus nama besar. Nama ini dikenal dan terus moncer sejak 2012 saat diusung menjadi calon Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo. Sebelum 2012, publik yang mengenal Ahok tak seluas sekarang.
Selain itu, nama Ahok juga terkesan menjadi kata kunci sakti untuk pemberitaan media karena mantan Bupati Belitung Timur itu dikenal sebagai
media darling. Pemberitaan soal Ahok baik sebelum dan selama ia dipenjara, terus menghiasi media massa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama itu juga digunakan untuk menyebut nama pendukung dan orang yang menggemarinya, Ahoker.
Karena itu sebuah pertanyaan besar mengapa Ahok tak ingin lagi dipanggil dengan sebutan yang sudah melegenda itu dan memilih BTP.
Ahok pertama kali menyatakan ingin dipanggil BTP dalam suratnya yang diunggah di media sosial pada 12 Agustus 2018. Surat tersebut ditulis dalam rangka peluncuran buku karyanya berjudul Kebijakan Ahok.
"Semoga Tuhan memberikan kita damai sejahtera dan keadilan. Salam BTP. Catatan, panggil saya BTP," kata Ahok dalam suratnya kala itu.
Permintaan penggantian nama panggilan itu, kembali disampaikan Ahok melalui sebuah surat yang ditulis Ahok dan diunggah oleh tim Basuki Tjahaja Purnama (BTP) melalui akun Instagram @basukibtp pada Kamis (17/1).
Surat itu sendiri berisi permohonan maaf Ahok atas segala tutur kata, sikap, dan perbuatan yang sengaja maupun tidak sengaja menyakiti hati warga. Dua lembar kertas bertulis tangan itu ditutup dengan permintaan agar publik memanggilnya BTP.
"Saya mohon maaf, dan saya keluar dari sini dengan harapan panggil saya BTP bukan Ahok," tulis Ahok.
Tapi apalah arti sebuah nama, apalagi panggilan.
Ahok bisa dipanggil apa saja. Selama dia nyaman dan yang memanggil tak mempermasalahkan, tentu sah-sah saja. Namun dalam tulisan ini, saya akan tetap menggunakan nama Ahok. Alasannya simpel, saya lebih nyaman atau mungkin lebih familiar dengan nama itu.
Sebagai orang biasa yang sama sekali tidak kenal Ahok secara personal, saya berharap dengan perubahan panggilan ini, ada perubahan pada sosok Ahok setelah ia tak lagi di penjara.
 Pendukung Ahok. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan) |
Semua tahu, sosok Ahok akrab dengan kontroversi. Terutama kontroversi yang berasal dari ucapannya. Bahkan vonis dua tahun kasus penodaan agama yang menjeratnya, buah dari mulutnya. Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Ahok mengutip Surat Almaidah ayat 51 soal kepemimpinan dalam Islam.
Mulut Harimau'Mulut harimau' Ahok itu yang kemudian memantik reaksi demo berjilid-jilid di Jakarta, termasuk Aksi 212 yang disebut dihadiri jutaan orang.
Bukan soal perkara Al Maidah saja, Ahok juga pernah menyebut seorang ibu yang mengadu kepadanya dengan istilah 'maling' karena mencairkan Kartu Jakarta Pintar (KJP) secara tunai.
Mulut Ahok juga terus menuai kontroversi saat menyebut DPRD DKI Jakarta rampok. Anak buahnya di Pemprov DKI juga pernah jadi sasaran ucapan Ahok yang kasar. Saat itu ia menyebut pejabat DKI sebagai bajingan soal kasus jual beli unit rusun.
Rekam jejak Ahok soal kesantunan kata-kata, bisa jadi, demikian buruk selama ini.
Karena itu dengan berubahnya panggilan dari Ahok ke BTP, saya kira bakal ada perubahan perilaku terutama ucapan Ahok setelah keluar penjara.
Apalagi dengan statusnya sebagai
media darling saat kata-kata dan perilakunya dianggap punya nilai berita.
Tegas bukan berarti harus kasar. Petuah ini pula yang diakui Ahok pernah diberikan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepadanya. Masih banyak yang bisa dilakukan Ahok tanpa mengumbar kata-kata kasar yang bisa memicu kontroversi.
Harus diakui, terlepas dari segala kontroversi dari mulutnya, banyak yang harus diapresiasi dari Ahok saat memimpin DKI Jakarta. Mulai soal transparansi hingga profesionalitas pelayanan publik.
Sangat disayangkan jika prestasi dan pencapaian pencapaian selama ini, harus pudar hanya karena Ahok yang tak juga bisa menjaga mulutnya.
Semoga BTP benar-benar menjadi Ahok baru setelah keluar penjara. Dia dapat menjadi sosok yang lebih sejuk dan tak membuat kontroversi terus menerus, namun tak mengurangi ketegasannya.
Dia, bukan tak mungkin, bakal menjadi 'Tjahaja Purnama' yang baru dan menerangi.
(asa)