Jakarta, CNN Indonesia --
Dewan Pers telah memutuskan tabloid
Indonesia Barokah bukan produk jurnalistik. Hal itu menyikapi laporan dari Tim Advokasi
Prabowo-Sandi soal tersebarnya tabloid yang dinilai mendiskreditkan paslon nomor urut 02 dalam Pilpres 2019 tersebut.
Keberadaan
Indonesia Barokah itu sendiri yang tersebar setidaknya di masjid-masjid dinilai anomali sebagai media propaganda politik.
Pengamat media dan politik dari New Media Watch Agus Sudibyo menilai ada dua anomali dari penyebaran
Indonesia Barokah. Pertama, propaganda yang yang dilakukan lewat media massa cetak itu saja sudah aneh. Pasalnya, kata dia, saat ini penyebaran propaganda dinilai lebih efektif, cepat, dan masif lewat
platform digital.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika bicara bagaimana mengglorifikasi kampanye ke media baru, ini malah balik ke tabloid lagi," ucap Agus dalam diskusi yang dihelat Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Rabu (30/1).
Anomali kedua, kata dia, adalah peredaran yang menargetkan lingkungan-lingkungan kegiatan ibadah seperti masjid dan majelis taklim. Agus berpendapat hal ini janggal karena pemilih di lingkungan tersebut merupakan pemilih loyalis atau simpatisan garis keras yang sulit berpindah hati ke jagoan lain dalam Pilpres 2019.
Padahal, Agus melihat propaganda semacam itu seharusnya dilakukan di kalangan pemilih galau yang sampai saat ini masih belum menjatuhkan pilihannya untuk pemilu yang masa pencoblosannya pada 17 April mendatang.
"Dalam survei, segmen ini istilahnya
captive market, pilihannya sulit diubah. Kenapa kampanyenya justru masuk ke dalam kelompok yang pilihan politiknya spesifik dan sulit diubah," ujar Agus.
Antisipasi Obor Rakyat Jilid BaruDi tempat yang sama, Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute Karyono Wibowo, menduga
Indonesia Barokah sebagai antisipasi kemunculan
Obor Rakyat jilid baru.
"Munculnya
Indonesia Barokah ada kesan untuk meng-
counter isu miring yang diarahkan pada paslon tertentu. Berbagai isu seperti komunisme, tidak pro-Islam, kriminalisasi ulama, dan sebagainya" kata Karyono memberikan contoh.
 Keberadaan Obor Rakyat sempat mencemari kontestasi Pilpres 2014 karena dinilai bermuatan berita-berita bohong alias hoaks terhadap salah satu calon presiden. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah) |
Karyono menyebut ada Indonesia Barokah sengaja dimunculkan lebih cepat sebelum
Obor Rakyat terbit kembali setelah dua pemimpinnya yakni Setiyardi (Pemimpin Redaksi) dan Darmawan Sepriyosa (Redaktur Pelaksana) mendapat hak cuti napi. Publik, kata Karyono, diharapkan dapat lebih awas menghadapi narasi negatif terhadap salah satu paslon Pilpres 2019.
"Sehingga ketika sebagian pihak melakukan hoaks,
black campaign, masyarakat sudah punya literasi, memfilter propaganda kampanye hitam," kata Karyono menduga alasan terbitnya tabloid
Indonesia Barokah.
(bin/kid)