Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (
JK) menilai wacana perluasan jabatan bagi perwira menengah maupun perwira tinggi
TNI saat ini belum diperlukan. Sebab, UU TNI dan UU Aparatur Sipil Negara telah mengatur secara jelas tentang jabatan apa saja yang boleh dijabat oleh TNI/Polri.
"Kalau tugas-tugas yang tidak berhimpitan dengan TNI, tentu tidak diperbolehkan," ujar JK di kantor wakil presiden, Jakarta, Rabu (6/2).
JK mengatakan sejak penghapusan dwifungsi ABRI memang banyak pamen maupun pati yang tak memiliki jabatan. Namun, menurut dia, hal itu menjadi kewenangan TNI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa ada perwira tinggi tak punya jabatan ya tentu TNI-lah yang akan menyelesaikan hal tersebut. Sejak dwifungsi dihilangkan, kan terjadi seperti ini," katanya.
Menurut JK, para pamen maupun pati TNI itu boleh menempati jabatan sipil namun harus pensiun terlebih dulu. Permasalahan ini, lanjut dia, berbeda dengan sejumlah jabatan sipil yang memang bersinggungan langsung dengan tugas-tugas TNI.
Salah satunya adalah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang kini dijabat Letjen Doni Monardo.
Penunjukan Doni sebagai Kepala BNPB saat itu sempat berpolemik lantaran jenderal bintang tiga itu masih aktif di TNI. Namun, menurut JK, penunjukan Doni adalah bentuk pengecualian lantaran tanggung jawab BNPB banyak bersinggungan dengan TNI. Aturan serupa juga berlaku bagi Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan Badan SAR Nasional.
"Ya kasusnya Doni itu karena dianggap tugas-tugasnya dekat dengan TNI. Kalau kita lihat pengalaman bencana yang pertama datang kan pasti TNI dan polisi. Oleh karena itu TNI aktif boleh," ucapnya.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sebelumnya mengusulkan merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI agar para pamen dan pati TNI bisa berdinas di kementerian/lembaga negara.
Hal itu ia katakan untuk merespons upaya penataan organisasi di TNI agar persoalan sekitar 500 pati dan pamen TNI yang belum mendapat jabatan dapat diakomodasi.
Nantinya para pati dan pamen TNI aktif itu bisa menduduki posisi setingkat eselon I dan eselon II di tiap-tiap kementerian terkait.
Dalam aturan UU TNI sendiri telah mengatur bahwa prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.
(psp/wis)