Eks Komisioner KPU Sebut Celah Kecurangan Pemilu Serentak

CNN Indonesia
Selasa, 26 Feb 2019 02:22 WIB
Salah satu potensi kecurangan yaitu kesalahan dalam penghitungan suara. Pilpres dan pileg yang digelar serentak akan melibatkan banyak tenaga penyelenggara.
Petugas menata kardus surat suara untuk pemilu serentak presiden dan legislatif 2019, di gudang logistik KPUD Jakarta Selatan, Jumat, 15 Februari 2019. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Chusnul Mariyah mengungkapkan sejumlah potensi kecurangan yang bisa terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 yang digelar secara serentak antara pemilihan anggota legislatif dan presiden.

Potensi kecurangan pertama, kata dia, kesalahan dalam penghitungan suara. Menurutnya, pemilihan anggota legislatif dan presiden yang dilakukan secara serentak akan melibatkan banyak tenaga penyelenggara, terutama dalam penghitungan suara.

Saking banyaknya, kata Chusnul, hal tersebut memungkinkan terjadinya kesalahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Anda bayangkan jam 11 malam semua sudah capek, terakhir mari kita hitung surat suara pilpres, kira-kira apa yang terjadi sementara sekarang dengan sistem pemilihan serentak legislatif," kata Chusnul dalam diskusi bertema 'Menginventarisir Potensi Kecurangan di Pilpres 2019' di Media Center Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Jakarta Selatan, Senin (25/2).

Chusnul mengakui dirinya merupakan sosok yang tidak sepakat pemilihan anggota legislatif dan presiden dilakukan secara serentak.


Ia khawatir proses model serentak ini akan membuat penghitungan suara hasil pemilihan anggota legislatif akan terpinggirkan karena kalah populer dibandingkan hasil pemilihan presiden.

Menurut dia, seharusnya pemilihan anggota legislatif yang dilakukan secara serentak dengan pemilihan presiden hanya yang di tingkat tingkat pusat saja.

"Saya tidak setuju semua dijadikan satu. Kalau mau dijadikan satu [pemilihan] presiden dan DPR serta DPD saja, kemudian untuk [pemilihan anggota legislatif] provinsi, kabupaten atau kota sendiri," ucapnya.

Chusnul mengatakan potensi kecurangan bisa terjadi pada tingkat penyelenggara hingga peserta yang ingin meraih kemenangan.


Dari sudut peserta, menurutnya, pihak yang harus diawasi adalah petahana baik tingkat eksekutif maupun legislatif. Chusnul menyebut kecurangan berpotensi dilakukan calon petahana karena memiliki kewenangan untuk mengakses dan menguasai aparatur negara serta anggaran demi menguntungkan diri sendiri.

"Bukan hanya eksekutif saja yang diawasi karena legislatif juga banyak petahana, incumbent maju lagi untuk jadi anggota DPR, DPRD kota provinsi kabupaten, ini harus diawasi bagaimana akses menggunakan anggaran untuk kemudian itu bisa menguntungkan," papar dia.

Kemudian, sambungnya, pemilih atau pemilik hak suara juga berpotensi melakukan kecurangan. Potensi itu, menurutnya, terbuka karena banyak orang yang bukan warga negara Indonesia tapi bisa memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) sehingga memiliki hak pilih di Pemilu 2019.

"Persoalan sekarang e-KTP bisa dimiliki oleh orang-orang asing misalnya, nah, itu nanti bisa menghasilkan potensi kecurangan," kata dia.

[Gambas:Video CNN]

Serangan Fajar

Di tempat yang sama, Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Pipin Sopian juga ikut mengungkapkan beragam potensi kecurangan di Pemilu 2019. Potensi kecurangan itu, menurutnya, seperti 'serangan fajar' hingga dugaan intervensi pejabat.

Ia mengaku mendengar pengaduan masyarakat di daerah pemilihannya di Purwakarta, Jawa Barat terkait intervensi pejabat. Pipin menyebut salah seorang oknum penegak hukum mengancam akan melanjutkan proses hukum terhadap salah seorang masyarakat di Purwakarta bila tidak mendukung capres petahana.

"Ada satu organisasi, anggotanya ada yang bermasalah secara hukum kemudian syaratnya kalau ingin membebaskan anggotanya maka organisasi itu harus mendeklarasikan untuk menjadi pendukung," ujarnya.

Selain itu, politisi PKS ini juga mengungkapkan potensi kecurangan lainnya sebelum pencoblosan yakni yakni terkait daftar pemilih tetap (DPT) yang berjumlah ganda.

Dia mengatakan potensi kecurangan juga dalam bentuk pembagian sembilan bahan pokok (sembako) hingga pembagian uang atau yang kerap dikenal dengan sebutan 'serangan fajar'.

"Proses pencoblosan adalah money politics, menyebarkan uang atau fasilitas negara dalam tanda petik yang ditemukan dalam program dan sembako," ucapnya.

(mts/ain)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER