Jakarta, CNN Indonesia -- Tim kuasa hukum terdakwa kasus penyebaran berita bohong alias hoaks
Ratna Sarumpaet menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya keliru dan tidak jelas.
Anggota tim kuasa hukum Ratna, Desmihardi, mengatakan JPU keliru menggunakan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk menjerat kliennya. Sebab, kedudukan undang-undang tersebut dalam hukum pidana materiil ialah sebagai dasar pemberlakuan hukum pidana di Indonesia.
Menurutnya, ketentutan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) UU Peraturan Hukum Pidana tidak pernah digunakan dan tidak bertujuan untuk dipakai dalam menjerat pelaku tindak pidana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU Peraturan Hukum Pidana tidak atau belum pernah digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana dan tidak dimaksudkan untuk dipakai terus setelah revolusi selesai dan tidak diinkorporasikan ke dalam KUHP [Kitab Undang-undang Hukum Pidana]," kata Desmihardi saat membacakan eksepsi kliennya dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/3).
Dia pun menyebut bahwa dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap sehingga tidak memenuhi ketentuan yang tertuang dalam Pasal 143 ayat 2 huruf b Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Desmihardi menerangkan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP menyatakan bahwa syarat baku bagi berlakunya surat dakwaan harus memenuhi unsur cermat, jelas, dan lengkap. Maka dari itu, lanjut dia, berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP maka dakwaan JPU harus dinyatakan batal demi hukum.
"Dengan demikian terbukti dan tidak dapat dibantah lagi faktanya bahwa surat dakwaan JPU tersebut tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dan sudah cukup alasan untuk Majelis Hakim memberikan putusan sebagaimana ditentukan Pasal 156 KUHAP," katanya.
Ia pun meminta Majelis Hakim menerima dan mengabulkan eksepsi yang diajukan pihaknya, menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima, menyatakan perkara yang menjerat Ratna tidak diperiksa lebih lanjut, memerintahkan JPU mengeluarkan Ratna dari dalam tahanan, memulihkan harkat dan martabat serta nama baik Ratna, kemudian membebankan biaya perkara kepada negara.
Seperti diketahui, dalam dakwaan pertama, JPU mendakwa Ratna dengan Pasal 14 ayat 1 UU Peraturan Hukum Pidana karena dianggap telah menyebarkan berita bohong untuk membuat keonaran.
Dakwaan kedua yakni pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). JPU menilai Ratna telah menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atas dasar SARA.
[Gambas:Video CNN] (mts/arh)