ANALISIS

Kartu Prakerja Jokowi dan Jurus Politik Gaet Para Penganggur

CNN Indonesia
Rabu, 13 Mar 2019 11:51 WIB
Setelah sukses dengan KIP dan KIS di Pilpres 2014, Joko Widodo kembali memainkan jurus andalannya dengan mengeluarkan Kartu Prakerja untuk para penganggur.
Calon presiden Joko Widodo. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Joko Widodo kembali mengeluarkan jurus andalannya berupa kartu untuk masyarakat di perhelatan pemilu. Setelah sukses dengan jurus Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) di Pilpres 2014, kali ini calon presiden nomor urut 01 itu coba mengambil hati pemilih dengan 'menjajakan' tiga kartu sekaligus: Kartu Prakerja, KIP Kuliah, dan Kartu Sembako Murah.

Kartu Prakerja paling mendapat sorotan. Sebab, lewat kartu ini, para penganggur di seantero negeri dijanjikan mendapatkan insentif uang.

Di hadapan ratusan milenial di Senayan, Minggu (10/3), Jokowi berkata Kartu Prapekerja bakal diluncurkan jika dirinya kembali terpilih menjadi presiden untuk periode 2019-2024.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jokowi mengatakan program ini memungkinkan para lulusan SMA/SMK untuk mendapatkan pelatihan atau vokasi. Pelatihan ini akan menjadi modal para lulusan untuk memasuki dunia kerja.

"Waktu ikut training dapat insentif atau honor. Kalau training selesai dia belum dapat pekerjaan akan dapat insentif sampai waktu tertentu. Bisa dalam rangka enam bulan," kata Jokowi saat itu.

Kartu prapekerja ini juga dikatakan Jokowi upaya membangun kembali Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sebagai modal bangsa ke depan.

Generasi milenial jadi salah satu sasaran Kartu Prakerja. Sebab, generasi milenial lah yang paling rentan dihantui kecemasan soal mendapatkan pekerjaan. Terlebih, generasi milenial jadi salah satu kantung suara terbesar dalam Pemilu 2019.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyatakan Kartu Prapekerja berpotensi menghipnotis masyarakat untuk memilih Jokowi-Ma'ruf dalam pertarungan 17 April mendatang. Syarat utama agar masyarakat bisa turut dalam janji Jokowi ialah rasionalisasi janji tersebut.

"Kartu sakti Jokowi yang macam-macam itu namanya bisa menghipnotis pemilih dan rakyat sepanjang kartu itu masuk akal dan tidak mengawang," ucap Pangi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/3).

Jokowi sendiri sampai saat ini belum membeberkan secara detail ihwal Kartu Prakerja ini. Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga hanya menjelaskan bahwa Kartu Prakerja diperuntukkan bagi kelompok masyarakat usia produktif yang sedang mencari kerja. Bukan untuk menggaji pengangguran di seluruh Indonesia.

"Itu [Kartu Prakerja] akan diimplementasikan bila Jokowi terpilih dalam periode berikutnya. 2019 dilantik, maka 2020 bisa dilaksanakan," ujar Arya tanpa merinci rentang usia produktif yang dimaksud.

Ada dua syarat yang harus dipenuhi jika ingin menerima Kartu Prakerja. Pertama, kartu diperuntukkan bagi karyawan terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sedang mencari pekerjaan kembali.

"Jadi, selama dia mencari pekerjaan, pemerintah menyediakan honor gaji untuk mereka selama tiga bulan sebelum mendapat pekerjaan. Lalu, akan diberikan pelatihan," tuturArya. 
Kartu Prakerja Jokowi dan Jurus Politik Gaet Para PenganggurPara pencari kerja berdesakan di salah satu acara bursa kerja di Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Menurut Pangi, jika cara kerja kartu prapekerja tidak berbelit-belit dan memiliki segmentasi yang jelas, kemungkinan masyarakat bakal jatuh hati kembali dengan janji Jokowi itu. Terlebih ini bukan kali pertama Jokowi menggulirkan janji mengenai kartu.

Pada Pilpres 2014, Jokowi 'jualan' kartu serupa, yakni dulu Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Pangi berpendapat kartu-kartu ini cukup berperan banyak pada kemenangan Jokowi pada saat itu.

"Masyarakat kan juga merasakan betul dan mendapatkan kemudahan dalam urusan kesehatan dan pendidikan lewat KIS dan KIP yang sudah digulirkan pemerintah," ujar dia.

Di sisi lain, Pangi menilai bahwa Jokowi tetap memanfaatkan kebiasaan politikus untuk mengobral janji pada saat tahun politik. Maka dari itu, tak ada salahnya jika saat ini pun Jokowi turut dalam melemparkan Kartu Prapekerja yang menurut Pangi belum tentu ditagih oleh masyarakat.

"Janji itu kosmetik politik. Politikus tahu betul bahwa karakteristik pemilih kita banyak yang pelupa dan pemaaf, bahkan sedikit sekali mereka yang menagih dan mencatat semua janji politis," ujar Pangi.

"Saya pikir barangkali ini alasan Joowi kembali mengobral janji," kata dia.

Dua Mata Uang

Pengamat Politik Wasisto Raharjo Jati menilai obralan janji politik Jokowi bagaikan dua mata uang yang dilemparkan ke publik. Jika ditangani dengan benar, maka janji politik ini bisa berdampak dengan suara pemilih.

Sebaliknya, janji politik ini akan menjadi bumerang bagi Jokowi bila tak ditangani dengan benar.

"Untuk yang baiknya saya kira ini pasti akan berdampak khususnya bagi pemilih yang sektor informal. Mereka akan memilih ini mengingat masih banyak swing voters," kata Wasisto kepada CNNIndonesia.com.

Menurut Wasisto, sektor informal-lah yang sampai saat ini masih ragu-ragu dan enggan untuk berperan serta dalam pemilihan presiden. Banyak dari mereka yang ragu untuk memilih satu dari dua calon yang ada.

Capres 01 disebut Wasis bisa masuk dengan program yang lebih bersegmentasi. "Jadi saya pikir program ini mendetail sekali siapa-siapa orangnya yang dituju dan bisa menggaet suara. Mudah-mudahan tepat sasaran program ini," kata Wasisto.

Di sisi lain, Wasisto tak memungkiri kebijakan ini bisa saja menjadi senjata makan tuan bagi Jokowi. Jika benar terpilih dan sistem ini dijalankan, maka pemerintah harus menghitung betul angka yang dikeluarkan.

Jangan sampai, budaya 'ikat pinggang' Kementerian yang kini digadang-gadang Kementerian Keuangan malah bocor dengan kebijakan ini.

"Pemerintah kan sekarang lagi hemat-hematnya. Namun dengan sistem ini berarti harus dipikirkan dari segi anggarannya seperti apa dan berapa juta pengangguran yang harus dibiayai," ujar dia.

Adapun hal lain yang dipertimbangkan ialah kerelaan masyarakat untuk membayar para jobseeker tersebut. Karena tak bisa ditampik bakal ada 'subsidi silang' dari si Kaya yang akan membiayai mereka yang sedang mencari kerja.

"Nanti mau enggak mereka yang memiliki uang dan memberikan pajak besar, uangnya dialihkan kepada pencari kerja. Saya pikir mereka tidak akan rela," kritik Wasisto.

Terakhir Wasisto mengingatkan bahwa budaya Indonesia belum sepenuhnya cocok penerapan sistem Kartu Prapekerja ini. Indonesia masih butuh banyak berkembang lagi baru siap untuk merubah mindset terkait honor bagi pengangguran.

"Nanti budaya pikir kita akan terbentuk wah mending saya pengangguran kan dibiayai. Saya kira pemerintah harus memikirkan ini semua agar tidak ada mis persepsi," tutup dia. (ctr/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER