Warga Pilih MRT karena Praktis, Macet Tak Dijamin Berkurang

CNN Indonesia
Rabu, 27 Mar 2019 07:18 WIB
Meski sebagian warga mengaku akan memilih MRT karena praktis, cepat, relatif murah, moda transportasi itu dinilai tak sepenuhnya mengurangi kemacetan Jakarta.
Warga menjajal MRT yang sudah resmi dioperasikan. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagian warga pengguna transportasi di Jakarta akan memilih Moda Raya Terpadu atau Mass Rapid Transit (MRT) karena praktis, cepat, dan relatif murah. Meskipun, itu dinilai tak sepenuhnya mengurangi kemacetan Jakarta.

Hal itu disebut perlu didukung oleh kebijakan yang memaksa pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum.

MRT yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Minggu (24/3) sempat melalui pembahasan tarif yang alot. Kini, pihak Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta sudah sepakat bahwa tarif maksimal MRT adalah Rp14 ribu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Icha (25), mengaku tidak keberatan dengan tarif MRT. Ia yang biasanya menggunakan mobil pribadi atau ojek online mengaku akan beralih menggunakan MRT jika ingin berpergian ke arah Jakarta Pusat.

"Kayaknya akan mudah. Mungkin kalau ke daerah tengah [Jakarta] gini lebih praktis pakai [MRT] ini," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (26/3).

Presiden Jokowi mencoba MRT bersama menteri-menterinya.Presiden Jokowi mencoba MRT bersama menteri-menterinya. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Dia juga menganggap tarif MRT terbilang murah jika dibanding dengan transportasi lainnya. Ia pun mengakui penggunaan MRT seperti ini akan mengurangi kemacetan.

"Lebih murah ini ya. Mending ini dong," ucap dia.

"Mungkin enggak entirely [mengurangi kemacetan] kali ya, tapi mungkin akan mengurangi sedikit," Icha menambahkan.

Sementara itu Fella (30), yang juga biasanya menggunakan ojek online tidak mempermasalahkan tarif MRT. Ia yakin MRT dapat mengatasi macet dan membuat pengguna mobil pribadi beralih.

"Akan pakai [MRT]. Nanti kan soalnya transportasi cepat. Waktunya pasti. Mengatasi [macet] lah. Jadi pasti akan lebih milih ini," ujar Fella.

Senada, Fransiska (39), karyawan di Bank Indonesia, mengaku menggunakan mobil pribadi setiap hari ke tempat kerja. Sejak ada MRT, ia akan beralih moda transportasi meskipun jalurnya tidak langsung menjangkau kantornya.

"Kalau ada [NRT] kita pasti naik, cepat, lebih mudah, efisien, enggak polusi," kata Fransiska.

Foto: CNNIndonesia/Fajrian
Terkait kemacetan, Fransiska optimistis itu akan berdampak pada kepadatan lalu lintas karena pengguna mobil akan beralih menggunakan MRT.

"Optimislah mengurangi kemacetan," ucapnya.

Dihubungi terpisah, pengamat transportasi dari Universitas Katholik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan untuk mengurangi kemacetan dan penggunaan mobil pribadi tidak cukup dengan MRT.

Menurut dia, itu perlu disokong dengan upaya paksa penguarangan kendaraan pribadi. Bentuknya, pertama, peningkatan tarif parkir di ibu kota yang saat ini masih tergolong sangat murah.

"[Tarif parkir] Bisa jadi instrumen manajemen transportasi kota. Yaitu menjadi penghambat penggunaan [transportasi] pribadi. Tarif parkir di luar negeri bisa 20-40 kali lipat dari tarif angkutan umum," ujarnya.

Kedua, lanjut Djoko, adalah penerapan ganjil genap sepanjang hari.

Senada, Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Deddy Herlambang mendorong peningkatan tarif parkir. Ia memberi contoh dengan tarif parkir di Jepang yang bisa mencapai Rp100 ribu di ibu kota.

Kemacetan di jalanan ibu kota yang disebabkan penggunaan kendaraan pribadi.Kemacetan di jalanan ibu kota yang disebabkan banyaknya penggunaan kendaraan pribadi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
"Tarif parkir masih terlalu murah dan terlalu banyak kantung parkir malah mengajak orang pakai kendaraan pribadi terus," ujarnya.

Selain itu, dia menyarankan integrasi moda transportasi. "MRT akan efisien apabila terjadi integrasi antarmoda sesama angkutan umum," ucap dia.

Ia juga menyinggung soal konsep push and pull dalam Transportation Demand Management (TDM). Yakni, bagaimana cara menekan penggunaan kendaraan pribadi dan menarik masyarakat menggunakan angkutan umum.

"Banyak ragam untuk 'push' tidak menggunakan kendaraan pribadi, seperti, pemberlakuan pajak kendaraan yang sangat mahal, penghapusan ruang parkir kendaraan, tarif parkir yang sangat mahal, jalan berbayar (ERP), rekayasa lalin nomer pelat ganjil/genap, car pooling dan lain-lain. Kalau semua konsep 'push' diimplemantasikan akan sangat mudah 'pull' public menggunakan MRT Jakarta tersebut," kata dia.

[Gambas:Video CNN] (ani/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER