Jakarta, CNN Indonesia -- Pemilihan Umum
(Pemilu) 2019 yang bakal dihelat pada 17 April mendatang merupakan pesta demokrasi ke-12 di Indonesia sejak
merdeka pada 1945. Sepanjang riwayat pemilu,
pesta demokrasi lima tahunan punya karakteristik masing-masing, kecuali di masa Orde Baru yang relatif tanpa 'kejutan'
Bapak pendiri bangsa dan sejumlah elite di masa kemerdekaan mulanya berencana menggelar pemilu pertama pada Januari 1946. Rencana itu tertuang dalam Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang diterbitkan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Dalam maklumat, pemilu hadir mendorong terbentuknya partai-partai politik (parpol) di masyarakat. Tujuannya: perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Partai juga diimpikan sebagai penampung aspirasi berbagai aliran yang ada di masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam maklumat yang sama, pemerintah menginginkan partai-partai politik sudah terbentuk sebelum pemilu dilangsungkan untuk memilih wakil rakyat pada Januari 1946.
Rencana menggelar pemilu perdana pada 1946 tidak terealisasi. Pemerintah beralasan situasi keamanan yang tidak memungkinkan. Belanda dan Inggris masih tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan ingin kembali menguasai melalui agresi militer.
Situasi keamanan di Tanah Air baru dipandang telah kondusif pada 1949. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Sejak itu, pemerintah Indonesia mulai rekonsolidasi politik, Bedug pesta demokrasi perdana ditabuh.
Pemilu perdana 1955
Indonesia menggelar pemilu yang pertama kalinya pada 29 September 1955. Pemilu digelar untuk memilih calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ada 29 partai politik dan individu menjadi peserta. 260 kursi dewan diperebutkan.
Merujuk dari laman
kpu.go.id, Pemilu 1955 menghasilkan empat partai dengan perolehan suara terbesar. Mereka adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang meraih 22,32 persen suara atau 57 kursi. Diikuti Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) 20,92 persen suara atau 57 kursi.
Menyusul kemudian Partai Nahdlatul Ulama dengan perolehan 18,41 persen suara atau 45 kursi, serta Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mendapat 16,46 persen suara atau 39 kursi.
Partai lain cenderung memperoleh suara dengan selisih yang besar dibanding empat partai tersebut. Misalnya, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) yang berada di urutan kelima hanya mendapat 2,89 suara atau 8 kursi. Diikuti Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dengan 2,66 persen suara, Partai Katolik dengan 2,04 persen suara, Partai Sosialis Indonesia 1,99 suara. Total suara sah dalam pemilihan anggota DPR Pemilu 1955 sebanyak 37.785.299.
 Presiden pertama RI Sukarno. ( AFP PHOTO) |
Pada pemilu 1955, sistem pemerintahan Indonesia bersifat parlementer, bukan presidensial. Penerapan itu berlandaskan pada UUD Sementara 1950. Oleh karena itu, tidak ada pemilihan presiden pada pemilu 1955. Presiden selaku kepala negara masih dijabat oleh Sukarno. Pergantian hanya terjadi pada posisi perdana menteri selaku kepala pemerintahan dan juga menteri-menterinya.
Sukarno menunjuk seorang formatur kabinet dari parpol pemenang pemilu. Ali Sastroamidjojo dari PNI yang diberi kepercayaan. Ali kemudian berkomunikasi dengan sejumlah partai politik untuk menjalin koalisi dan merancang kabinet. Setelah rancangan selesai, Sukarno menyetujui, Ali dan para menteri lalu dilantik.
Pemilu 1955 sebetulnya terbagi menjadi dua. Pertama, untuk memilih anggota DPR. Kedua, untuk memilih anggota Konstituante pada 15 Desember 1955. Posisi yang diperebutkan sebanyak 520 kursi atau dua kali lipat kursi DPR. Konstituante dibentuk dengan tujuan menyiapkan rancangan undang-undang dasar baru pengganti UUDS 1950. Namun, Sukarno membubarkan Konstituante pada 1959 atau sebelum menghasilkan rancangan UUD yang baru.
Sukarno menganggap progres Konstituante terlalu lambat. Hal itu dikarenakan begitu banyak friksi dan kepentingan berbagai aliran politik di internal Konstituante sehingga sulit mencapai kesepakatan bersama.
Pemilu 1971
Pemilu kedua Indonesia dilaksanakan pada 5 Juli 1971. Diikuti oleh 9 partai politik dan 1 ormas, yakni Golongan Karya. Pemilu dilaksanakan untuk memilih anggota DPR dan DPRD Provinsi serta DPRD kabupaten/kota. Kursi DPR yang diperebutkan sebanyak 360.
Pemilu 1971 menghasilkan empat partai dengan perolehan suara terbesar. Golkar menjadi pemenang dengan 62,8 persen suara atau 236 kursi. diikuti NU dengan 18,6 persen atau 58 kursi, PNI dengan 6,9 persen suara atau 20 kursi, lalu Parmusi dengan 5,36 persen atau 24 kursi. Jumlah suara sah pada Pemilu 1971 sebanyak 54.696.387. Jumlah tersebut sama dengan 95 persen dari total pemilih yang mencapai 57.535.732.
Ada dua partai politik, yang memperoleh banyak suara pada pemilu 1955, namun tidak ikut dalam pemilu 1971. Mereka adalah Masyumi dan PKI. Dahulu, Masyumi berada di urutan kedua, PKI di urutan keempat peraih suara terbanyak.
Masyumi tidak ikut dalam Pemilu 1971 karena bubar pada 13 September 1960. Masyumi sempat terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta di sejumlah wilayah Indonesia medio 1950-an. PKI juga dibubarkan oleh pemerintah pada 1966. Mereka dituduh terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 yang menculik hingga membunuh jenderal-jenderal AD.
Pemilu 1977 dilaksanakan untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pemilu hanya diikuti oleh tiga peserta. Mereka adalah Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Golongan Karya.
 Soeharto saat berkuasa. (REUTERS) |
Minimnya peserta pemilu merupakan akibat dari keinginan pemerintah rezim Orde Baru yang ingin menyederhanakan jumlah partai politik. Itu diterapkan berdasarkan UU No 3 tahun 1975 tentang Partai Politik.
Partai-partai beraliran Islam melakukan fusi dan membentuk PPP. Sementara partai-partai beraliran nasionalis dan nonislam fusi menjadi PDI.
Ciri khas Pemilu 1977, yang hanya diikuti tiga peserta, cenderung sama dengan pemilu-pemilu sesudahnya, yakni pada 1982, 1987, 1992, dan 1997. Golkar pun selalu menang telak dibanding dua peserta pemilu lainnya. Walhasil, Soeharto langgeng terpilih sebagai presiden yang dipilih melalui MPR. Begitu pun pada Pemilu 1997. Golkar kembali menang. Soeharto kembali menjadi presiden.
Pemilu 1999
Soeharto mengundurkan diri dari kursi presiden pada 1998 atau setahun setelah Pemilu 1997. Dia memutuskan untuk mundur usai masyarakat berdemonstrasi menginginkan reformasi pada 1998.
Masyarakat mendambakan pemilu yang jujur dan adil serta perombakan kabinet. Massa menilai hasil Pemilu 1997 tidak mencerminkan aspirasi masyarakat yang sesungguhnya. Baharudin Jusuf Habibie, wakil presiden, naik menjadi presiden menggantikan Soeharto. Dia kemudian menyelenggarakan pemilu pada 1999.
 Soeharto lengser. (REUTERS) |
Pemilu kali ini diikuti oleh lebih banyak peserta dibanding 1971-1997. Ada 48 partai politik. Sebagian besar baru terbentuk usai Soeharto lengser. Hanya PPP dan Golkar peserta lawas yang kembali ikut pemilu dengan nama yang sama.
PDI Perjuangan didapuk sebagai partai politik dengan perolehan suara terbanyak. Persentase suara yang diperoleh mencapai 33,7 persen atau 153 kursi DPR. Diikuti Golkar dengan 22,4 persen atau 120 kursi.
Partai lain yang mendapat suara terbanyak yakni PPP dengan 10,7 persen atau 58 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan 12,6 persen atau 51 kursi. Lalu, ada Partai Amanat Nasional (PAN) dengan 7,12 persen atau 34 kursi. Kemudian, Partai Bulan Bintang (PBB) dengan 1,94 persen atau 13 kursi.
Pemilu 1999 dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Pemilihan presiden masih dilakukan melalui voting di MPR.
Wajah baru Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan tonggak awal perubahan mekanisme pemilihan umum di Indonesia. Masyarakat tidak hanya memilih calon anggota legislatif, tetapi juga dapat memilih langsung calon presiden-calon wakil presiden. Pada pemilu-pemilu sebelumnya, presiden dan wakil presiden dipilih oleh anggota MPR.
Pemilu legislatif 2004 diikuti oleh 24 partai politik. Mereka memperebutkan kursi DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota. Ada 550 kursi DPR yang diperebutkan. Pemungutan suara pemilu legislatif dilaksanakan pada 5 April.
Pada pemilu ini, Golkar dinyatakan sebagai partai dengan perolehan suara terbanyak. Mereka berhasil mendapat 21,58 persen suara atau 128 kursi DPR. Urutan kedua dihuni oleh PDI Perjuangan dengan 19,82 persen atau 109 kursi. Diikuti PKB dengan 10,57 persen suara atau 52 kursi. Kemudian PPP dengan 8,15 persen suara atau 58 kursi dan Demokrat 7,45 persen atau 55 kursi.
 SBY-JK (Noor Aspasia Hasibuan) |
Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2004 mencapai 84 persen. Pemilih yang terdaftar sebanyak 148.000.369 dan 124.420.449 menggunakan hak suaranya. Pemungutan suara Pemilihan Presiden 2004 dilaksanakan pada 5 Juli. Ada 5 pasang capres-cawapres.
Mereka yang berkontestasi antara lain Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo. Kemudian, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Pemilihan capres-cawapres harus dilakukan dua putaran lantaran tidak ada paslon yang memperoleh suara di atas 50 persen. Di putaran kedua hanya ada dua paslon yang bertarung. Mereka adalah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla melawan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi.
Hasil akhir menyatakan bahwa SBY - Jusuf Kalla memperoleh 60,6 persen suara. Unggul atas Megawati-Hasyim yang mendapat 39,3 persen suara. Secara garis besar, Pemilu 2009 memiliki karakteristik yang mirip dengan Pemilu 2004. Calon anggota legislatif dan capres-cawapres dipilih langsung oleh masyarakat. Pemungutan suara pemilihan legislatif dilaksanakan pada 9 April. Ada 38 partai yang menjadi peserta dan memperebutkan 560 kursi DPR.
 Boediono. (Detikcom/Hasan Alhabshy) |
Partai Demokrat dinyatakan sebagai pemenang pada Pemilu 2009. Mereka memperoleh 20,8 persen suara nasional. Dengan begitu, Demokrat mendapat jatah 150 kursi DPR. Urutan kedua diisi oleh Golkar dengan 14,4 persen atau 107 kursi. Diikuti PDI Perjuangan dengan 14,03 persen suara atau 95 kursi.
Partai Keadilan Sejahtera mendapat 7,88 persen atau 57 kursi, PAN mendapat 6 persen atau 43 kursi, dan PPP dengan 5,32 persen atau 37 kursi. Pemungutan suara pemilihan presiden-wakil presiden dilaksanakan pada 8 Juli. Ada 3 pasangan calon. Mereka antara lain Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto. Kedua paslon tersebut berusaha merebut kursi presiden dari SBY yang berpasangan dengan Boediono.
SBY-Boediono ditetapkan sebagai pemenang berkat perolehan 60,8 persen. Sementara Megawati - Prabowo hanya mendapat 26,7 persen dan Jusuf Kalla-Wiranto memperoleh 12,4 persen. Pada Pemilu 2009, masyarakat juga memilih calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Calon anggota DPD merupakan perwakilan tiap provinsi. Mereka tidak boleh berasal dari partai politik.
Kejayaan PDIP dan Jokowi di Pemilu 2014
Pemungutan suara anggota legislatif dan DPD Pemilu 2014 dilaksanakan pada 9 April. Ada 12 partai politik yang menjadi peserta ditambah 3 partai Aceh khusus untuk pemilihan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota setempat.
PDI Perjuangan dinyatakan sebagai peraih suara terbanyak. Mereka mendapat 18,95 persen suara nasional. Dengan demikian, PDI Perjuangan berhak atas 109 kursi DPR.
 Megawati Soekarnoputri. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Urutan kedua yakni Golkar dengan 14,7 persen atau 91 kursi DPR. Partai Gerindra mengekor di urutan ketiga dengan 11,8 persen suara atau 73 kursi DPR. Partai Demokrat, yang mulanya menang pada Pemilu 2004, harus puas di urutan keempat dengan 10 persen suara atau 61 kursi DPR.
Pada Pemilu 2014, hanya ada satu partai yang baru mengikuti Pemilu, yaitu Nasional Demokrat. Partai Nasdem dinyatakan lolos ambang batas parkemen 3,5 persen suara nasional.
Sementara itu, Pemilihan presiden-wakil presiden 2014 hanya diikuti oleh dua pasangan calon. Mereka adalah Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa.
Pemilihan presiden 2014 memiliki gaung yang luar biasa dibanding sebelumnya. Masyarakat begitu ekspresif dan tidak sungkan menunjukkan pilihannya di ruang publik. Rivalitas sangat tinggi antara kedua paslon. Komisi Pemilihan Umum (KPU) lalu menyatakan bahwa Jokowi-JK pemenang Pilpres 2014. Mereka memperoleh 53,15 persen suara. Unggul atas Prabowo-Hatta yang mendapat 46,85 persen.
Pemilu 2019, Tarung Ulang Jokowi-Prabowo
Pemilu 2019 akan dihelat pada 17 April mendatang. Ada perbedaan dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Kali ini, pemilihan anggota legislatif, DPD, dan capres-cawapres dilaksanakan di hari yang sama. Dengan demikian, masyarakat akan mencoblos lima surat suara sekaligus di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Kelima surat suara yang dimaksud antara lain caleg DPR, caleg DPRD provinsi, caleg DPR kabupaten/kota, capres-cawapres, calon DPD. Hal itu merupakan konsekuensi dari Undang-Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pada pemilu sebelumnya, pemilihan anggota legislatif dan DPD dilaksanakan terlebih dahulu. Selang beberapa bulan kemudian, barulah pemungutan suara pilpres dilaksanakan. Ada 16 partai politik yang memperebutkan 575 kursi DPR. Sementara itu, ada 136 kursi DPD yang diperebutkan di seluruh provinsi.
Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), membuka ruang perbedaan yang cukup tajam terkait dengan mekanisme Pemilu 2019 dengan 2014. Namun demikian, sistem pemilu terbuka tetap dipertahankan di Pemilu 2019 khususnya pemilihan legislatif. Sistem ini sudah berjalan sejak 2009 dan menciptakan peluang bagi caleg yang mendapatkan suara terbanyak untuk bisa lolos menjadi anggota DPR.
Poinnya berada di isu
parliamentary threshold (ambang batas parlemen). Pada pemilu tahun ini, syarat mutlak partai politik lolos ke DPR/DPRD adalah memiliki suara sebesar 4 (empat) persen di suatu tingkatan wilayah. Pada pemilu sebelumnya, ambang batas parlemen di angka 3,5 persen.
Ini bakal menjadi tantangan bagi para caleg dan tentunya partai debutan. Sebab, meski secara suara seorang caleg dinyatakan lolos di dapilnya, namun aturan ambang batas parlemen membuat partainya tadi tidak boleh masuk ke DPR.
Terkait dengan isu presidential threshold (ambang batas presiden), juga menjadi isu alot dibahas pada tingkatan dewan hingga Mahkamah Konstitusi. Pada pemilu 2019 ini,
presidential threshold tetap berada di angka 20 persen suara kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional. Namun lantaran situasi pileg dan pilpres diadakan secara berbarengan,
presidential threshold diambil berdasarkan perolehan suara pemilu periode sebelumnya (2014).
Mahkamah Konstitusi pernah menolak permohonan gugatan terkait ambang batas ini. Namun MK tetap berpedoman sejak putusan MK Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 dan kemudian dielaborasi lebih jauh dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUUXV/2017.
Dalam Pemilu 2019, ada 4 partai debutan. Mereka adalah Partai Perindo, Partai Berkarya, Partai Garuda, dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Sama seperti 2014, pemilihan presiden 2019 juga hanya terdapat dua pasangan calon. Calon presiden Joko Widodo kembali berhadapan dengan rival lawasnya, yakni Prabowo Subianto. Bedanya, kini Jokowi berpasangan dengan Ma'ruf Amin. Prabowo berpasangan dengan Sandiaga Salahuddin Uno.
Daftar parpol peserta Pemilu 2019:1.Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
2.Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
4. Partai Golongan Karya (Golkar)
5. Partai NasDem
6. Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda)
7. Partai Berkarya
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
9. Partai Persatuan Indonesia (Perindo)
10. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
11. Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
12 .Partai Amanat Nasional (PAN)
13. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
14. Partai Demokrat
15. Partai Bulan Bintang (PBB)
16. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
 Ilustrasi dua paslon, Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi. (ANTARA FOTO/Maulana Surya) |