Polri Kerahkan 270 Ribu Personel dan 1,6 Juta Linmas Jaga TPS

CNN Indonesia
Senin, 15 Apr 2019 22:00 WIB
Sebanyak 271.880 personel polisi, 1,6 juta dari Linmas dan 68.854 personel TNI dikerahkan mengamankan TPS di seluruh Indonesia saat hari pencoblosan 17 April.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mabes Polri menerjunkan 271.880 personel untuk mengamankan tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia pada saat hari pemungutan suara 17 April mendatang.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan pengamanan di TPS tersebut dilakukan guna mengantisipasi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).

"Ada 271.880 anggota Polri, 68.854 anggota TNI dan 1,6 juta anggota Linmas untuk mengamankan TPS di seluruh daerah," kata Dedi di Kantor Kemenko Polhukam, Senin (15/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dedi menyampaikan dari 809.497 TPS yang ada, Polri juga telah melakukan pemetaan mana saja TPS yang masuk kategori rawan. Namun, ia tak merinci datanya.

Polri juga telah memetakan daerah mana saja yang tergolong daerah rawan pada Pemilu 2019. Antara lain provinsi Maluku Utara, Papua Barat, Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tengah, Aceh, DIY, serta Jakarta.

Polri, dikatakan Dedi, telah menyiapkan pola pengamanan yang berbeda di TPS, bergantung pada tingkat kerawanan TPS tersebut.

Untuk TPS kategori kurang rawan, pola pengamanan yang digunakan adalah pola 2-4-6. Artinya, dua anggota Polri mengamankan empat TPS dibantu oleh enam personel Linmas.

Sedangkan untuk TPS kategori rawan, pola pengamanan yang diterapkan adalah pola 4-2-8. Yakni, empat anggota Polri mengamankan dua TPS dibantu delapan anggota Linmas.

Lalu, untuk TPS kategori sangat rawan menerapkan pola pengamanan 6-2-8. Yakni enam anggota Polri mengamankan dua TPS dibantu delapan anggota Linmas.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta masyarakat untuk menahan diri melakukan pawai atau bentuk mobilisasi massa lainnya setelah pencoblosan.

Tito menegaskan polisi tak akan memberi izin kepada mereka yang hendak melakukan mobilisasi massa.

"Meminta masyarakat untuk tidak melakukan pawai, syukuran, atau apapun mobilisasi massa untuk menunjukkan kemenangan karena nanti akan memprovokasi pihak lainnya," ujar Tito dalam rapat gabungan di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM.

Tito mendasari keputusannya itu pada UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Jika ada mobilisasi massa setelah pencoblosan, ia khawatir akan ada gesekan di tengah masyarakat. (dis/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER