Petugas KPPS Keluhkan Honor Telat Cair

CNN Indonesia
Rabu, 17 Apr 2019 16:21 WIB
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengeluhkan pencairan honor yang terlambat dari jadwal.
Ilustrasi petugas KPPS. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi).
Jakarta, CNN Indonesia -- Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Asmiati (37) mengeluhkan pencairan honor yang terlambat dari jadwal. Ia merupakan KPPS dari TPS 033 Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara.

"Kendalanya pencairan gaji telat. Harusnya sebelum H-5 tapi baru dikasih H-1," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Kendati demikian, ia enggan menuturkan besaran honor yang diterima sebagai KPPS.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan Surat Menteri Keuangan (Menkeu) Nomor S-118/MK.02/2016 tentang Penetapan Standar Biaya Honorarium Tahapan Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden, dan Wakil Presiden, serta Tahapan Pemilihan Gubernur/Bupati/Wali Kota Serentak, disebutkan bahwa KPPS mendapatkan honor sebesar Rp400 ribu-Rp550 ribu.


Rinciannya, Rp400 ribu untuk pengamanan TPS, Rp500 ribu untuk anggota KPPS, dan Rp550 ribu untuk Ketua KPPS.

Ia menuturkan persiapan KPPS sudah dilaksanakan sejak sebulan silam. Para anggotanya mendapatkan bimbingan teknis (bimtek) dan pelatihan.

Bagi Asmiati, ini merupakan pengalaman pertama menjadi KPPS. Ia mengaku tugasnya sebagai KPPS cukup sulit.

Namun demikian, ia tetap menerima amanat itu lantaran ia adalah salah satu warga yang cukup mengenal dengan baik tetangganya. Dengan demikian, hal ini memudahkan KPPS dalam mengorganisasi pemilih di TPS 033.


"Ribet dan capek (lelah). Tidak tahu kalau seribet ini, dari mulai menyiapkan sampai menghitung suara. Kalau orang tidak mengerti bagaimana, tapi dengan begini saya jadi mengerti," tuturnya.

Malam sebelum Pilpres berlangsung, ia mengungkapkan timnya bekerja hingga larut malam pukul 24.00 WIB. Khususnya bagi para KPPS lelaki.

Asmiati menjadi anggota KPPS TPS 033 bersama dengan delapan warga lainnya dari Kampung Akuarium. Kampung Akuarium merupakan kampung yang digusur pada April 2016 di masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Penggusuran ini mendapat penolakan dari masyarakat meski pemerintah telah menyediakan rumah susun (rusun) di Rusun Marunda, Rusun Rawa Bebek, dan Rusun Cipinang.

[Gambas:Video CNN]

Tahun 2017, Gubernur DKI Anies Baswedan mendirikan shelter sementara bagi warga yang memilih bertahan di Kampung Akuarium. Saat ini, sebanyak 103 kepala keluarga (KK) tercatat memilih untuk bertahan di kawasan itu. (ulf/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER