Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (
KPAI) merekomendasikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Keagamaan untuk mempercepat keberadaan
Sekolah Ramah Anak (SRA) di seluruh Indonesia.
Rekomendasi tersebut berkaitan dengan kasus kekerasan di dunia pendidikan yang masih tinggi, seperti kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada murid dan sebaliknya, hingga orangtua siswa kepada guru.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan keberadaan SRA saat ini mencapai 13 ribu dari 400 ribu jumlah sekolah dan madrasah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"SRA ini program oleh Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak karena kementerian ini harus memastikan perlindungan terhadap anak-anak," ujarnya di KPAI, Kamis (2/5).
Retno mengatakan SRA berbeda dengan sekolah aman. Setidaknya terdapat enam komponen yang harus terpenuhi dalam SRA, seperti partisipasi anak dalam memberikan pendapat soal kebijakan sekolah, dan keberadaan kantin yang memenuhi ukuran gizi untuk siswa.
Selain itu juga anak bebas dari kekerasan dan bencana. Dalam hal ini standar bangunan gedung sekolah harus aman saat ada bencana dan memiliki jalur evakuasi.
"Sampai saat ini SRA masih sedikit," tuturnya.
Dari data pengaduan online di bulan Januari hingga April 2019 yang dimiliki KPAI, terdapat delapan kasus anak korban kebijakan, tiga kasus anak korban pengeroyokan, tiga kasus anak korban kekerasan seksual, delapan kasus anak korban kekerasan fisik, 12 kasus anak korban kekerasan psikis dan bullying, serta empat kasus anak pelaku bullying terhadap guru.
Selain itu, KPAI juga mendorong pemerintah untuk mengembalikan pendidikan sesuai dengan pemikiran awal Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara yaitu proses pembudayaan. Maksudnya, usaha untuk memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat.
Retno mengatakan terdapat dua sistem yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu pengajaran dan pendidikan. Tujuan dari pendidikan adalah untuk penguasaan diri.
Saat ini, Retno menilai banyak anak-anak yang tidak lagi kenal dengan tradisi di sekitarnya. Dia mencontohkan anak-anak saat ini lebih kenal makanan cepat saji dengan berbagai merek daripada makanan tradisional.
"KPAI mendorong supaya pemikiran Ki Hajar Dewantara diterapkan," tuturnya.
(gst/end)