Yang Untung dan Tak Buntung karena Hijrah

CNN Indonesia
Senin, 08 Jul 2019 11:14 WIB
Perubahan perilaku masyarakat yang menganggap perlu menggunakan produk dan jasa syariah terjadi tak lepas dari fenomena hijrah sejak 10 tahun terakhir.
Perubahan perilaku masyarakat yang menganggap perlu menggunakan produk dan jasa syariah terjadi tak lepas dari fenomena hijrah sejak 10 tahun terakhir. (ANTARA FOTO/Pradita Utama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ladang bisnis bernuansa syariah selama 10 tahun terakhir tercatat berkembang pesat. Kebutuhan terhadap komoditas gaya hidup muslim meningkat seiring mewabahnya fenomena hijrah di kalangan muda perkotaan.

Peneliti Center for Middle Class Consumer Studies (CMCS) Yuswohady berdasar risetnya menyimpulkan bahwa fenomena hijrah belakangan ini telah mengubah perilaku umat Islam di Indonesia. Masyarakat tidak lagi sekadar menjalankan ibadah atau hubungan vertikal kepada Tuhan, melainkan juga sudah menerapkan relasi berkehidupan secara horizontal.

"Misalnya menggunakan jasa bank syariah, bagaimana berhijab, menggunakan kosmetik halal, dan seterusnya," tutur Yuswohady saat berbincang dengan CNNIndonesia.com April lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yuswohady menilai perubahan perilaku tersebut tak lepas dari fenomena hijrah sejak Indonesia memasuki era reformasi. Masyarakat khususnya yang beragama Islam semakin menganggap perlu untuk menggunakan produk atau jasa yang bernuansa Islam.  

"Islami menjadi lifestyle bagi mereka," ucap Yuswohady. 

Produk dan jasa bernuansa syariah sebenarnya sudah muncul jauh sebelum fenomena hijrah berkembang di masyarakat secara masif. Yuswohady memberi contoh Bank Muamalat yang pertama kali berdiri pada 1991. Begitu juga kosmetik halal Wardah muncul pertama kali pada 1995.

Produk dan jasa bernuansa syariah baru kemudian banyak bermunculan seiring keterbukaan era reformasi --yang memungkinkan para pendakwah leluasa menyebar ajaran agar muslim mematuhi firman Tuhan yang termaktub dalam Alquran dan menerapkan sunnah dalam kehidupan sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad.

"Muncullah pasar dengan sendirinya. Ketika kita merias mesti harus berdasarkan Islam, yaitu halal, maka kosmetiknya akan halal. Ketika kita berpakaian meski harus tertutup tapi tetap trendi, maka industri hijab muncul," kata Yuswohady. 
HIJRAH EMBARGO 7Kebutuhan terhadap komoditas gaya hidup syariah meningkat seiring merebaknya fenomena hijrah. (REUTERS/Mohammed Salem)


Bisnis Moncer Syariah

Dalam bukunya berjudul Marketing to the Middle Class Muslim, Yuswohady menuliskan beberapa segmen bisnis yang mengalami peningkatan secara pesat seiring merebaknya fenomena hijrah.

Salah satu segmen paling diminati adalah umrah. Ibadah ke tanah suci itu menjadi banyak diminati lantaran ada dua unsur yang bergabung di dalamnya, yakni keagamaan dan wisata. Menurut Yuswohady, sebagian besar kelas menengah muslim melakukan umrah tidak hanya untuk meningkatkan spiritualitas, tetapi juga memuaskan hasrat pelesiran. 

"Tujuan pelesiran mereka adalah mendapatkan pengalaman baru yakni mengetahui berbagai tempat wisata di Timur Tengah, belanja, kuliner, dan lainnya," kata Yuswohady.

Hasil riset Yuwohady turut melampirkan data kenaikan signifikan jumlah pengunjung ke Arab Saudi selama kurun lima tahun. Pada 2005, dia mencatat ada 582 ribu orang Indonesia yang bepergian ke Arab Saudi. Jumlah tersebut naik pesat pada 2010 yang mencapai 902.500 orang. 
Yang Untung dan Tak Buntung karena Hijrah

Fenomena tersebut membuat agen paket perjalanan wisata bermunculan. Banyak paket yang tidak hanya membantu kegiatan orang Indonesia beribadah umrah, tetapi juga berkeliling ke tempat wisata di Arab Saudi. Pula, ke negara lain di timur tengah. 

Tren peningkatan ibadah umrah itu diiringi dengan perubahan gaya hidup masyarakat, terutama dalam hal penampilan. Semisal penggunaan kosmetik berlabel halal, kata Yuswohady, tumbuh pesat seiring meningkatnya kesadaran beragama. 

"Halal menjadi faktor penting pertimbangan untuk membeli sesuatu. Bahkan sebagian besar mereka menilai halal telah menjadi gaya hidup," ucap Yuswohady. 

Salon muslimah pun sudah banyak bermunculan. Dia memberi contoh brand salon muslimah yang berkembang antara lain Moz5 Salon Muslimah, Mutia Spa & Salon Muslimah, Zaza Salon Muslimah, Kayla Salon, Aliya Salon, Alfafa Salon, Salon Muslimah Azka, Rumah Cantik Wardah dan masih banyak lagi. 
HIJRAH EMBARGO 7Koperasi Syariah 212 hanya menjual barang-barang sesuai syariat Islam dan berlabel halal. (CNN Indonesia/Hesti Rika)

Pada sektor ekonomi, ada istilah jasa bank syariah. Segmen bisnis ini pun tumbuh pesat. Semakin banyak nasabah yang memutuskan untuk menyimpan uangnya di bank syariah. 

Mereka memutuskan menabung di bank syariah demi mendapatkan ketenteraman rohani. 

"Mereka menganggap bunga bank konvensional adalah riba dan riba adalah haram," kata Yuswohady. 

Hingga akhir 2013 lalu, Yuswohady mencatat telah ada 11 bank umum syariah, 23 bank syariah dalam bentuk unit usaha syariah, dan 160 bank pembiayaan rakyat syariah. Kantor cabang mereka mencapai 2.925 dan telah memiliki Sekitar 12 juta nasabah. 

"Tumbuhnya kebutuhan terhadap jasa keuangan syariah tak lepas dari semakin meningkatnya kehidupan keislaman yang kemudian mempengaruhi pada keputusan pembelian mereka," ujar Yuswohady. 


Faktor Tokoh dan Media Sosial

Yuswohady menggarisbawahi bahwa sosok populer sangat mempengaruhi perkembangan fenomena hijrah dan perubahan perilaku konsumen. Itu tidak terjadi di masa lalu. 

Dia memberi contoh artis Dewi Sandra. Menurutnya, Dewi merupakan sosok yang berhasil membuat kaum wanita percaya diri ketika memutuskan untuk hijrah.

"Dulu kalau sinetron, pake hijab takutnya wah ini radikal. sekarang justru dianggap keren. Value-nya naik," ucap Yuswohady. 

Selain Dewi Sandra, Yuswohady juga menyebut Dian Pelangi adalah contoh bagaimana publik figur berhasil membangun kepercayaan diri kaum perempuan untuk memutuskan berhijrah. 

Produk busana Islami yang dijual Dian laris manis. Dari mulai baju hingga hijab dengan model trendi.

"Jadi memupuk keyakinan bahwa berhijrah juga bisa berpakaian trendy," ucap Yuswohady. 

Dalam bukunya berjudul Marketing to the Middle Class Muslim, Yuwohady mencatat sudah banyak brand busana Islami yang digemari. Misalnya merk Dian Pelangi, Aprilia, Normamoi, Irna La Perle, Zoya, Shafira, Rabbani, Ukhti, dan masih banyak lagi. Mayoritas brand tersebut adalah milik tokoh yang memang sudah dikenal oleh publik. 

Produk busana bernuansa Islami semakin digemari karena peran media sosial. Yuswohady mengatakan itu sangat berpengaruh terutama di kalangan anak muda yang mudah tertarik dengan apa yang dipakai teman atau orang lain. 

"Setelah merasa cantik pakai hijab, pamer di Instagram. Orang-orang lain yang melihat, merasa temannya lebih cantik, jadi kepengen juga. Terus terus begitu. Itulah yang membuat lifestyle itu kemudian cepat merambat, mewabah," ucap Yuswohady. 
HIJRAH EMBARGO 7Warga berseragam busana muslim saat hendak salat Idul Fitri di Masjid Jami Al Muhajirin Rusunawa Rawa Bebek. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

Jenis Konsumen 

Ada empat jenis tipe konsumen kelas menengah muslim di Indonesia. Asumsi itu diambil berdasarkan survei kualitatif yang dilakukan oleh Yuswohady. 

Tipe pertama adalah apatis. Mereka tidak begitu peduli apakah suatu produk bernuansa Islami atau tidak. Tipe konsumen ini memiliki tingkat kepatuhan beragama yang rendah. 

Tipe kedua yaitu rasionalis. Tipe ini sangat kritis. Mereka memiliki banyak wawasan. Namun tingkat kepatuhan agamanya rendah. 

"Dalam memutuskan pembelian mereka cenderung mengesampingkan aspek-aspek ketaatan pada nilai-nilai Islam ," ucap Yuswohady. 

Tipe ketiga yakni konfirmasi. Cenderung memiliki prinsip harus Islami. Yuswohady mengatakan tipe ini sangat taat beribadah. Namun tingkat wawasannya rendah. Itu merupakan akibat dari kurang membuka diri terhadap dunia luar. 

"Mereka memilih produk produk yang berlabel Islam atau yang di endorsed oleh otoritas Islam atau tokoh Islam Panutan," kata Yuswohady. 

Tipe terakhir atau keempat adalah universalis. Yuswohady mengatakan tipe ini memiliki wawasan yang luas serta tingkat kepatuhan agama yang tinggi. 

Golongan universalis menerapkan agama secara substantif, bukan normatif. Mereka umumnya memutuskan pembelian tidak berpatok kepada tokoh atau otoritas Islam.

[Gambas:Video CNN] (bmw/dal)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER