Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sejauh ini pihaknya belum memasukan nama
Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sebagai buronan atau Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait status tersangka keduanya dalam kasus korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL
BLBI).
Sjamsul dan Itjih saat ini sudah menetap (permanent residence) di Singapura. Mereka tak pernah kembali ke Indonesia sejak kasus dugaan korupsi BLBI ini naik ke permukaan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan keduanya belum masuk dalam DPO lantaran belum dilakukan pemanggilan terhadap keduanya sebagai tersangka. Selama ini Sjamsul dan istrinya baru dipanggil sebagai saksi, meski tak pernah datang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita belum bisa bicara soal seseorang menjadi buronan sebelum dipanggil. Ketika seseorang dipanggil datang, dia tidak bisa dikategorikan misalnya sebagai DPO, atau red notice, atau yang lain-lainnya," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/6).
Ia mengatakan KPK saat ini terlebih dahulu melakukan proses penyidikan terhadap Sjamsul dan Itjih dengan melayangkan surat pemanggilan kepada keduanya jika dibutuhkan. KPK juga bakal memanggil saksi-saksi yang diperlukan dalam penyidikan.
Febri pun berharap semua pihak yang terlibat, terutama Sjamsul dan Itjih beritikad baik agar membantu proses hukum kasus ini bisa dilakukan dengan maksimal.
"Ketika tersangka hadir, sebenarnya ada ruang bagi tersangka untuk memberikan keterangan bantahan atau sangkalan terhadap pokok perkara ini. Kalau tidak datang berarti ruang yang sudah disediakan secara hukum tersebut justru tidak digunakan," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK resmi menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi SKL BLBI. Sjamsul diduga sebagai pihak yang diperkaya Rp4,58 triliun dalam kasus ini.
Ia dan istrinya dijerat dengan pasal Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
[Gambas:Video CNN] (sah/osc)