Jakarta, CNN Indonesia --
Partai Demokrat digoyang usai Pemilu 2019. Sejumlah tokoh dari pendiri dan deklarator meminta Ketua Umum Demokrat
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun.
SBY disebut gagal karena perolehan suara Demokrat sejak Pemilu 2019 terus turun. Pembentukan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) yang diketuai putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono, juga dinilai ilegal dan melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Sejumlah anggota forum pendiri pun melihat SBY menjalankan praktik politik dinasti di Demokrat dengan menempatkan anggota keluarga sebagai pengurus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"SBY gagal selama menjadi ketua umum dalam dua periode pemilu yaitu tahun 2014 dan 2019," kata Anggota Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Demokrat Hengky Luntungan.
Hengky bahkan menyebut SBY sebagai ketua umum yang tinggal kelas hingga dua kali karena telah menghilangkan lebih dari setengah suara pendukung partai dalam dua periode pemilu.
Tak hanya soal kegagalan mempertahankan suara pendukung partai, menurut Hengky, SBY juga telah merusak tatanan partai dengan melanggar sejumlah AD/ART. SBY bahkan tak segan membuat Demokrat menjadi partai dinasti dengan memberi sejumlah jabatan untuk keluarganya.
"SBY menganut sistem partai dinasti dan sering melakukan manajemen konflik atau menyingkirkan para pejuang partai yang telah berjasa kepadanya," kata dia.
Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Demokrat Subur Sembiring yang menuding ada pelanggaran mengklaim pihaknya terdiri atas 115.000 orang di 34 DPD dan 417 DPC. Semuanya tercatat sebagai anggota Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Demokrat.
 Para pendiri Partai Demokrat mengkritisi kepemimpinan SBY. ( CNN Indonesia/Tiara Sutari) |
Dia mengatakan FKPD mulanya berjumlah 99 orang. Namun, jumlah itu tercatat di akte pendirian awal Partai Demokrat. Kini, jumlahnya sudah mencapai ratusan ribu.
"Jumlahnya 115.000 orang semenjak 2011 sampai dengan 2019 saat ini," tutur Subur kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (3/7).
"Ketuanya adalah Vence Rumangkang. Saya wakil ketua umum. Sekjennya Akbar Yahya Yogerasi," katanya.
Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas menilai meski disuarakan dari tokoh yang selama ini tak muncul ke publik namun hal ini tak bisa didiamkan begitu saja,
Kisruh ini menurutnya bisa berujung besar bila SBY mengabaikan atau tidak mengelolanya dengan baik.
Salah satu akibat buruk, kata Sirojuddin, yakni penurunan citra Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai sosok pemimpin masa depan yang disiapkan Demokrat.
"Implikasinya pada prospek alih generasi kepemimpinan. AHY tidak akan mudah diterima pengurus dan pendiri menjadi ketum Partai Demokrat," tutur Sirojuddin saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (3/7).
Sirojuddin mengamini bahwa Demokrat identik dengan SBY dan keluarganya. Terutama berkat capaian SBY yang berhasil menjadi presiden dua periode di masa lalu.
Namun, suara Demokrat yang menurun di Pemilu 2014 dan 2019 juga tidak bisa diabaikan. Menurutnya, wajar apabila ada kelompok di internal yang ingin mengevaluasi kinerja SBY sebagai pucuk pimpinan.
 Dua putra SBY, Ibas dan AHY. ( CNN Indonesia/Galih Gumelar) |
Opini yang dibentuk para pendiri Demokrat bahwa SBY tidak berhasil menjalankan tugas sebagai ketua umum, berpotensi merusak nama baik AHY. Apalagi, AHY pun belum memiliki riwayat keberhasilan yang mentereng.
"Prospek AHY jadi ketum tidak akan mulus. AHY dan SBY harus kerja keras meyakinkan mereka lagi," tutur Sirojuddin.
Sirojuddin tidak melihat ada indikasi pihak luar Demokrat bermain dalam kisruh yang digalangi para pendiri partai. Dia masih melihat itu murni kegelisahan kader lantaran suara Demokrat kembali menurun di Pemilu 2019, yakni hanya 7,77 persen. Padahal, pada 2009, Demokrat berhasil meraup suara hingga 20 persen.
Diketahui, pada Pileg 2004 Partai Demokrat mendapat 7,45 persen suara dan 55 kursi di DPR. Suara itu melambung pada 2009 di mana Demokrat meraup 20,85 persen suara dan menjadi pemenang Pemilu dengan perolehan 150 kursi di DPR.
Pada 2014 saat SBY tak bisa lagi mencalonkan diri jadi Presiden, suara demokrat anjlok menjadi 10,19 persen suara atau 61 kursi di DPR. Perolehan suara Demokrat kembali turun pada Pemilu tahun ini dengan hanya meraih 7,77 persen suara dan diprediksi mendapat 54 kursi di parlemen.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan para pendiri Demokrat yang merongrong SBY sudah menyiapkan sosok tertentu untuk dijadikan calon ketua umum yang tentunya dari luar lingkungan keluarga Cikeas.
"Mereka mungkin punya tokoh alternatif yang sedang disiapkan," kata Sirojuddin.
Menurut dia, suatu partai memang tidak baik jika terlalu identik dengan tokoh atau keluarganya. Popularitas partai yang bersangkutan bakal merosot ketika pamor tokoh yang menjadi identitas menurun. Demokrat, lanjutnya, tengah mengalami situasi tersebut.
Anggota Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat yang lain Sahat Saragih menyebut mantan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo bisa menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Sahat menganggap Soekarwo layak karena punya track record yang baik ketika menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur. Selain itu, Sahat menilai Soekarwo yang akrab disapa Pakde Karwo ini memiliki prestasi untuk Demokrat. "Mengenai hal calon kuat Ketum, PD memiliki beberapa kader kuat. Beberapa jendral bisa, mantan Gubernur Jawa Timur Pak Soekarwo bisa," kata Sahat saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Rabu (3/7). Menurut Sahat harus ada pergantian tampuk kepemimpinan di Demokrat. SBY, kata dia, sudah tak memiliki kompetensi yang layak untuk kembali menempati posisi ketua umum. Sahat bilang Demokrat sangat hancur selama periode kepemimpinan SBY. Salah satu kader Demokrat yang disebut punya potensi, Soekarwo, yang juga eks Gubernur Jatim. ( CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Jika memang ada, Sirojuddin menganggap sosok alternatif di luar keluarga SBY untuk dijadikan calon ketua umum bisa dibilang sebagai demokratisasi internal. Menurutnya, itu adalah hal yang sehat dalam organisasi.
Akan tetapi, ada pula konsekuensi yang harus ditanggung. Bisa jadi Demokrat semakin ditinggal oleh pemilihnya apabila pucuk pimpinan bukan dari keluarga SBY.
"Tetapi jika mereka berhasil mem-
branding tokoh baru yang
mix dengan representasi kekuatan SBY, Demokrat juga punya prospek untuk
rebound," ucap Sirojuddin.
Sementara itu
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menyatakan bahwa Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tidak ilegal karena telah ditetapkan pembentukannya dalam rapat pengurus DPP pada 9 Februari 2018.
Hinca juga membantah Kogasma tidak memberi dampak apa pun bagi Partai Demokrat. Dia mengatakan bahwa Kogasma berhasil membawa Demokrat memperoleh suara lebih dari yang diprediksi mayoritas lembaga survei.
Demokrat pada Pemilu 2019 berhasil mengantongi 7,77 persen suara nasional. Angka itu lebih tinggi dari prediksi sejumlah lembaga yang memperkirakan Demokrat hanya akan mendapat 3-4 persen suara di Pemilu 2019.
Berkaca dari realita tersebut, Hinca menilai AHY selaku Komandan Kogasma patut diapresiasi. Terlebih, kala itu konsentrasi AHY juga terpecah lantaran almarhumah Ani Yudhoyono dirawat intensif di Singapura. (bmw/arh)