Jakarta, CNN Indonesia -- Terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Baiq Nuril tak mampu menahan tangis usai bertemu Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Senin (8/7). Ia menyampaikan harapan agar Presiden
Joko Widodo mengabulkan permohonan
amnesti yang akan diajukan.
"Saya ucapkan terima kasih .... terima kasih .... terima kasih," ucap Baiq Nuril sambil tersendat menahan tangis.
Baiq Nuril menuturkan bahwa pertemuan dengan Yasonna adalah upayanya mencari keadilan usai Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan Peninjauan Kembali (PK) yang ia ajukan. Ia menegaskan tak akan menyerah berjuang memenangkan kasusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapannya sampai saat ini saya masih bisa berdiri di sini, saya ingin mencari keadilan. Saya tidak akan menyerah," katanya.
Mantan tenaga honorer di SMAN 7 Mataram ini mengibaratkan Jokowi sebagai ayahnya yang menjadi tempat berlindung. Oleh karena itu, ia berharap penuh agar Jokowi mengabulkan permohonan amnesti tersebut.
"Harapannya bapak presiden mengabulkan permohonan amnesti saya. Saya sebagai seorang anak mau ke mana lagi meminta berlindung kalau bukan kepada bapaknya," ucap Baiq Nuril.
Sebelumnya, MA menolak gugatan PK yang diajukan Baiq Nuril Maknun. Putusan ini memperkuat vonis di tingkat kasasi yang menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda Rp500 juta.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Baiq Nuril terbukti mentrasmisikan konten asusila seperti yang diatur dalam UU ITE.
 Menkumham Yasonna menerima kunjungan Baiq Nuril di Jakarta. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Ahli Hukum DikumpulkanMenkumham Yasonna Laoly menyatakan bakal mengumpulkan sejumlah ahli hukum untuk mengkaji pemberian amnesti kepada Baiq Nuril. Para ahli hukum itu akan menggelar Focus Grup Discussion (FGD) bersama kuasa hukum Baiq Nuril malam nanti.
"Nanti malam akan ada FGD dengan pakar hukum. Kami akan menyusun pendapat hukum kepada bapak presiden tentang hal ini," ujar Yasonna usai menemui Baiq Nuril di gedung Kemenkumham.
Sejumlah ahli hukum itu di antaranya mantan hakim agung Gayus Lumbuun, ahli hukum tata negara Feri Amsari, Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Oce Madril, pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera Bivitri Susanti, mantan Menteri Kehakiman Muladi, dan sejumlah perwakilan dirjen Kemenkumham yakni Dirjen Administrasi Hukum Umum dan Dirjen Perundang-undangan.
Yasonna mengatakan amnesti merupakan hak prerogatif yang bisa diberikan langsung oleh presiden. Namun menurutnya pemberian amnesti itu harus melalui kajian yang matang dengan pertimbangan yuridis dari para ahli hukum.
"Ya supaya rapi argumentasi yuridisnya, kita siapkan dengan baik karena ini menerapkan hukum progresif," katanya.
Politikus PDIP ini khawatir jika kasus Baiq Nuril tak ditindaklanjuti akan membawa preseden buruk bagi kasus serupa.
"Kalau sampai ini tidak dilakukan mungkin ada ratusan ribu perempuan Indonesia yang kena kekerasan seksual tidak berani mengajukan, tidak berani protes," ucap Yasonna.
Dari berbagai pertimbangan hukum itu, menurut Yasonna, yang paling memungkinkan memang pemberian amnesti. Ia membandingkan dengan pemberian grasi yang mengatur syarat bahwa minimal perkara yang menjerat adalah hukuman dua tahun penjara.
"Dari pilihan yang ada memang yang paling dimungkinkan adalah amnesti. Apalagi pasca amendemen, presiden punya hak prerogatif untuk berikan amnesti dengan pertimbangan DPR," ucapnya.
Yasonna menegaskan bahwa perkara yang menjerat Baiq Nuril bukan perkara kecil. Menurutnya, mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram itu harus menanggung beban besar karena sebagai korban pelecehan seksual justru dijatuhi pidana.
Hal itu, kata dia, biasanya terjadi karena ada relasi kuasa sehingga membuat perempuan seolah tak berdaya. "Biasanya orang-orang yang mengalami kekerasan seksual itu dimanfaatkan relasi kuasanya. Contoh Bu Nuril ini guru honorer lawannya kepsek," tutur Yasonna.
Kendati demikian, Yasonna menegaskan pihaknya tetap menghormati putusan Mahkamah Agung yang menolak gugatan Peninjauan Kembali yang diajukan Baiq Nuril.
"Pertimbangan hukum kami hormati. Tapi pertimbangan kewenangan presiden kita seragkan ke bapak presiden. Kita hargai putusan MA tapi putusan konstitusional presiden akan kita gunakan dalam hal ini" ucapnya.
[Gambas:Video CNN] (psp/gil)