Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum terpidana kasus penyebaran berita bohong (
hoaks)
Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin mengatakan telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas vonis dua tahun penjara dari hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada kliennya.
Langkah itu bertolak belakang dengan sikap awal Ratna yang sedianya tak ingin mengajukan banding atas vonis dua tahun penjara majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kami putuskan walaupun kemarin kami sudah berpikiran dan berpendapat tidak usah banding. Maka hari ini kita putuskan banding dan sudah terdaftar di pengadilan," kata Insank di PN Jaksel, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Insank menjelaskan alasan pihaknya mengajukan banding lantaran benih-benih keonaran dalam kasus yang menjerat Ratna tidak relevan dengan pasal yang menjadi dasar vonisnya yaitu Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
Vonis hakim PN Jaksel saat itu menyatakan Ratna terbukti bersalah menyebarkan berita bohong yang memicu keonaran.
"Karena dalam Pasal 14 tersebut tidak menyebutkan benih-benih. Karena kalau kita bicara benih-benih artinya kita baru menduga-duga. Sementara di dalam Pasal 14 ayat 1 itu dia harus terjadi keonaran, harus mutlak, inilah yang kami minta kepastian hukumnya," jelas Insank.
Insank lantas menjelaskan soal makna bibit atau benih keonaran yang menurutnya tidak relevan.
Dia menyatakan bagaimana mungkin sebuah demonstrasi atau konferensi pers dimaknai bibit keonaran.
"Bagaimana eksistensi UUD tentang penyampaian pendapat. Bagaimana UU tentang kebebasan menyampaikan pendapat? Ini menurut kami kontroversi kalau demonstrasi itu dinyatakan sebagai bibit keonaran," jelas dia.
Insank juga mengatakan tidak takut banding ditolak atau menjadi menjadi bumerang bagi kliennya. Sebaliknya, ia mengatakan bila banding diterima berpotensi menjadi yurisprudensi atau dasar pertimbangan kasus-kasus hukum lain di masa mendatang.
Hakim sebelumnya menjatuhkan vonis dua tahun penjara terhadap Ratna Sarumpaet. Hakim mengatakan Ratna memenuhi unsur menyebarkan hoaks yang mengakibatkan keonaran seperti diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut Ratna pidana bui enam tahun.
Berita bohong pemukulan Ratna bermula pada Oktober 2018. Ketika itu, sejumlah politikus mengabarkan Ratna Sarumpaet dipukul sekelompok orang di Bandung, Jawa Barat. Foto-foto Ratna lebam beredar di media sosial.
Ratna yang tergabung dalam anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mundur setelah polisi mengungkap kebohongannya.
Sebagian pihak menduga ada motif politik dalam kebohongan yang dibuat Ratna. Namun dalam pembelaannya di depan majelis hakim, Ratna mengklaim keterangan-keterangan saksi dan ahli mampu membuktikan tidak ada motif politik dalam kasus kebohongannya.
(ani/wis)