Kemenkeu Anggap Ganti Rugi Pengamen Cipulir Bebani Negara

CNN Indonesia
Selasa, 23 Jul 2019 13:48 WIB
Kemenkeu berpandangan pihaknya tak ikut campur dalam perkara korban salah tangkap pengamen Cipulir dan sepatutnya hakim menolak gugatan ganti rugi.
Sidang Praperadilan Korban Salah Tangkap di Cipulir Jaksel, Selasa (23/7). (CNN Indonesia/Ryan Hadi Suhendra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) keberatan diseret sebagai pihak turut termohon dalam praperadilan korban salah tangkap kasus pembunuhan yang menyeret empat pengamen di Cipulir, Jakarta Selatan. Kuasa Hukum Kemenkeu, Daryono mengatakan permintaan ganti rugi yang dilayangkan kepada Kemenkeu merupakan gugatan salah alamat dan tidak berdasar.

Daryono beralasan proses hukum yang dijalani para pemohon bukanlah karena perbuatan Kemenkeu.

"Sudah sepantasnya tuntutan ganti rugi yang diajukan para pemohon dalam perkara a quo ditolak hakim, terlebih hal tersebut dapat berpotensi membebani keuangan negara," kata Daryono saat memberikan jawaban dalam sidang Praperadilan di PN Jaksel, Selasa (23/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Daryono menyatakan, putusan bebas dalam perkara pidana para pemohon sebelumnya tidak berarti secara serta-merta. Terlebih lagi, menurut dia, Kemenkeu tidak memiliki keterkaitan dengan perkara.

"Serta tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembayaran ganti rugi," sambungnya.
Daryono menambahkan, Kemenkeu memandang permintaan ganti rugi didasarkan atas hasil dari profesi yang dilarang atau bertentangan dengan Perda DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, dan tanpa didukung alat bukti yang sah. Hal itu, kata dia, sudah seharusnya menjadi dasar bagi majelis hakim PN Jaksel untuk menolak tuntutan ganti rugi.

Menjawab ini, kuasa hukum dari LBH Jakarta Oky Wiratama Siagian menyatakan kalau gugatan ganti rugi dilayangkan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 92 tahun 2015. Lebih lanjut, definisi ganti rugi tercantum dalam Pasal 1 angka 22 UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP.

"Jadi, PP 92/ 2015 mengatur mekanisme pelaksanaannya. Definisi ganti ruginya ada di pasal 1 angka 22 KUHAP," kata dia.

Sementara itu, pada Pasal 11 PP Nomor 92 tahun 2015 disebutkan bahwa pembayaran ganti rugi dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan berdasarkan petikan putusan atau penetapan pengadilan.

"Kalau untuk ganti kerugian definisinya ada dalam pasal 1, hak seseorang untuk mendapatkan pemenuhan atas tuntutannya berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut. Atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan UU," jelas Oky.

Oky pun mengkritisi pertimbangan Kemenkeu yang tidak ingin membayar ganti rugi lantaran profesi pengamen menyalahi aturan. Menurut Oky, Kemenkeu tidak memiliki legal standing sebab hal itu merupakan kewenangan Pemprov DKI Jakarta.

"Jadi, menurut saya tidak sepantasnya Kemenkeu mengomentari hak-hak di luar batas kewenangan mereka," tukas dia.

Diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya dan Kejati DKI Jakarta dituntut menyatakan bersalah karena melakukan salah tangkap dan juga praktik kekerasan terhadap keempat anak yang merupakan pengamen tersebut. Sedangkan Kemenkeu dituntut juga untuk membayar kerugian keempatnya.

Oky menjelaskan nilai Rp750,9 juta dihitung dari ganti rugi secara materil sebesar Rp662,4 juta dan secara imateril senilai Rp88,5juta. Oky juga menjelaskan ganti rugi itu dimaksudkan untuk membayar kerugian atas kehilangan penghasilan keempat anak tersebut sebagai pengamen dan atas kekerasan yang dilakukan kepada mereka.

Keempatnya diketahui terbukti tak bersalah dalam kasus pembunuhan itu di persidangan. Pernyataan tidak bersalah itu dinyatakan oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nokor 131 PK/Pid.Sus/2016.

"Total, mereka sudah mendekam di penjara selama 3 tahun atas perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan, ditambah mereka hanyalah anak-anak yang dengan teganya disiksa oleh Kepolisian dengan cara disetrum, dipukuli. ditendang, dan berbagai cara penyiksaan.
(ryn/ain)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER