Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah advokat yang tergabung dalam Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI) berencana melayangkan gugatan perwakilan kelompok atau
class action kepada PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) atas
pemadaman listrik di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian wilayah lainnya pada 4 Agustus 2019 lalu.
Sekjen FAMI Saiful Anam mengklaim
class action dilayangkan setelah ribuan masyarakat mengadukan kerugian yang diderita atas pemadaman listrik selama berjam-jam itu. Gugatan rencananya diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (7/8) esok.
"Alasan
class action kami karena banyak masyarakat yang dirugikan. Banyak masyarakat yang tidak bisa berusaha, melakukan kegiatannya karena pemadaman listrik kemarin," kata Saiful kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (6/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gugatan FAMI merujuk pada Undang-undang Ketenagalistrikan bagian kelima (hak dan kewajiban konsumen) Pasal 29 Ayat (1) Huruf e.
Pasal itu menyebutkan bahwa konsumen berhak mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai dengan syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
Class action sendiri diatur dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b UU Perlindungan Konsumen beserta penjelasannya. Syaratnya,
class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu di antaranya adalah bukti transaksi.
Pada Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 diatur bahwa
class action dapat diajukan apabila jumlah penggugat begitu banyak, terdapat kesamaan fakta atau jenis tuntutan, dan wakil kelompok harus jujur dan sungguh-sungguh untuk melindungi kepentingan para penggugat.
Saiful menyatakan FAMI sudah memenuhi persyaratan
class action tersebut. Adapun yang dituntut dalam class action terdiri dari beberapa hal.
Pertama, kata Saiful, meminta agar ada perombakan jajaran direksi di PT PLN, kemudian pihaknya juga meminta audit menyeluruh perusahaan penyedia setrum itu. Selanjutnya, meminta menteri terkait untuk diganti.
Terakhir, kata dia, pihaknya juga menuntut ganti rugi senilai Rp50 triliun. Saiful mengatakan angka Rp50 triliun itu hanya formil semata. Pasalnya, jumlah kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat mati listrik berkepanjangan itu jauh lebih besar jika dijumlahkan.
Ia mencontohkan pengusaha yang memiliki kedai, atau cafe tidak bisa berjualan akibat listrik mati. Potensi keuntungan sang pengusaha kecil itu pun praktis hilang, akibat pemadaman listrik tersebut.
Lebih lanjut, Saiful membeberkan jika gugatannya dikabulkan dan PLN membayarkan ganti rugi senilai Rp50 triliun, uang tersebut akan dititipkan ke Pengadilan. Pihaknya juga memiliki opsi menitipkan uang itu di lembaga independen untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat yang merasa dirugikan.
"Atau kita tunjuk lembaga independen menghitung kita-kira si A berhak mendapat berapa dan berapa. Nanti ada hitungannya sudah ada, jadi masih berapa ribu masyarakat yang sudah terdampak kerugian, berapa perorangan itu ada hitungannya," ujarnya.
Ia pun menjamin bahwa tidak ada pihak yang membayar FAMI untuk melakukan
class action. Ia mengaku alasannya mengajukan gugatan murni karena aduan dan keresahan dari masyarakat akibat pemadaman listrik berkepanjangan pada 4 Agustus 2019 kemarin.
[Gambas:Video CNN] (sah/wis)