Jakarta, CNN Indonesia -- Rektor Universitas Gadjah Mada (
UGM) Panut Mulyono menilai wacana Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) untuk mengundang
rektor asing bukan satu-satunya upaya untuk mendongkrak Perguruan Tinggi Negeri (
PTN) tembus ke level internasional.
Alih-alih mengundang rektor asing, menurut Panut, PTN dapat mengundang dosen asing untuk mengajar atau melakukan penelitian.
"Kalau untuk membawa lingkungan perguruan tinggi kita ke dunia yang lebih luas itu lebih baik kalau ada dari profesor asing yang beraktivitas di perguruan tinggi kita," ujar Panut melalui keterangan di kantor wakil presiden, Jakarta, Rabu (7/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak harus sebagai dosen tetap, tetapi mengajar satu semester, kemudian meneliti bersama," tambahnya.
Panut mengatakan banyak kriteria bagi PTN agar dapat masuk peringkat 100 universitas terbaik di dunia. Kriteria ini telah dijelaskan dalam QS World University Rankings, salah satunya soal jumlah publikasi jurnal internasional.
"Untuk itu kualitas penelitian harus bagus, penelitian yang bagus pasti didukung peralatan laboratorium yang bagus," katanya.
Hanya saja, lanjut Panut, mayoritas universitas di Indonesia masih kekurangan fasilitas laboratorium. Selain itu jumlah mahasiswa pascasarjana baik S2 atau S3 juga masih minim. Padahal penelitian mendalam umumnya dilakukan oleh mahasiswa tingkat S2 atau S3.
"Lingkungan pendidikan di Indonesia itu yang belum bagus misalnya peralatan laboratorium tidak secanggih yang kita inginkan. Kemudian jumlah mahasiswa S2, S3 kita juga belum banyak jadi kita fokus pendidikannya masih terbebani di undergraduate di S1," terang Panut.
Persoalan internal di PTN, lanjut Panut, juga menjadi kendala jika jabatan rektor diberikan pada warga asing. Sebab, urusan rektor tak hanya persoalan akademik namun juga urusan administrasi lainnya.
"Intinya jumlah dosen yang menjabat di jabatan struktural itu banyak, sehingga waktu untuk meneliti itu kurang banyak. Bayangkan ketika ada rektor asing ditempatkan di situ, harus mengerjakan ini, harus mengerjakan itu," tuturnya.
Lebih lanjut, kata Panut, persoalan dana juga harus dipertimbangkan dengan matang. Menurutnya, mendatangkan pengajar asing membutuhkan dana besar di antaranya berupa insentif hingga tempat tinggal.
"Untuk mendatangkan mereka di UGM misalnya, ikut mengajar, membimbing juga perlu dana. Mengundang mahasiwa asing juga perlu dana. Nah, kalau kita punya banyak uang, itu banyak mahasiswa asing yang sekolah di UGM dan itu langsung meningkatkan reputasi," ucap Panut.
Terlepas dari hal tersebut, Panut mengaku sempat berdiskusi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait persoalan rektor asing tersebut. Ia sepakat dengan JK yang ingin memajukan kualitas pendidikan di Indonesia.
"Saya sendiri tidak dalam posisi setuju atau tidak (soal rektor asing), tapi saya sepakat dengan diskusi Pak Wapres tadi. Kita harus sekuat tenaga memperbaiki lini di pendidikan kita," katanya.
Rencana pemerintah untuk mendatangkan rektor asing untuk universitas di Indonesia sebelumnya menuai polemik.
Menristekdikti Mohamad Nasir menargetkan pada 2020 sudah terdapat perguruan tinggi yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri. Setidaknya, dalam lima tahun ke depan terdapat lima PTN yang akan dipimpin oleh rektor asing.
Untuk memuluskan rencana tersebut, Nasir berencana merevisi peraturan agar warga asing bisa memimpin dan mengajar serta meneliti di PTN.
[Gambas:Video CNN] (psp/osc)