Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Dinilai Tabrak Konstitusi

CNN Indonesia
Selasa, 03 Sep 2019 06:20 WIB
Pidana penghinaan presiden dan pemerintah tertuang dalam RKUHP pasal 219 dan 241. LBH Pers menyebut pasal serupa pernah dibatalkan MK pada 2006.
Aliansi Masyarakat Sipil melakukan aksi tolak RKUHP di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (12/2/2018). (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin menilai pemerintah dan DPR melanggar konstitusi jika mengesahkan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) versi saat ini. Hal ini dikarenakan ada pasal dala RKUHP yang justru bertentangan dengan konstitusi.

Ade mengatakan pihaknya menyoroti pidana penghinaan presiden dan pemerintah pada Pasal 219 dan Pasal 241 dalam RKUHP. Padahal pasal serupa pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006.

"Dimasukkannya pasal yang sudah melanggar konstitusi tentu saja dianggap oleh kami sebagai pembangkangan konstitusi. Lebih jauh, untuk apa ada lembaga konstitusi kalau misalkan putusannya tidak dipatuhi?" kata Ade saat ditemui di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jakarta, Senin (2/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pidana penghinaan presiden masuk pasal 219 RKUHP. Pasal itu mengatur siapapun yang melakukan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden atau Wakil presiden terancam pidana penjara paling lama 4,5 tahun dan denda.


Sementara pasal 241 mengatur bahwa orang yang melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang berakibat terjadinya keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda.

Aturan serupa pernah dibatalkan MK pada 2006 dengan putusan nomor 013-022/PUU-IV/2006. Tiga pasal KUHP, yaitu pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP, yang digugat Eggi Sudjana.

Saat itu majelis hakim menilai tiga pasal tersebut sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, membuat ketidakpastian informasi, dan melanggar amanat UUD 1945 Pasal 28 huruf tentang kebebasan menyatakan pendapat.


"Dengan dimasukkan lagi, artinya menurut kami, pemerintah ataupun legislatif mencontohkan ke publik kalau ada putusan, bisa dibangkangi," ucap dia.

Sebab itu, LBH Pers dan AJI menolak pengesahan RKUHP versi saat ini. Mereka sudah pernah mengajukan kajian hukum ke DPR RI dengan harapan pasal-pasal karet tidak dimasukkan ke revisi tersebut. Namun masukan itu tak digubris sama sekali.

"Kalau diketok, kita rencanakan beberapa tindakan. Mungkin secara konstitusional judicial review," ucap dia.

Sebelumnya, RKUHP ditargetkan selesai pada masa sidang 14 Februari. Akan tetapi pembahasan RKUHP masih menyisakan kontroversi dan perdebatan.

Tak berhenti di situ, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan pihaknya saat ini sudah memperpanjang masa tugas panitia kerja (Panja) RKUHP untuk menyelesaikan pembahasan.

"Mudah-mudahan bisa masa sidang ini kami tuntaskan dan kami sahkan sebelum tutup masa sidang," kata Bamsoet di Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/3).


[Gambas:Video CNN] (dhf/pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER