Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (
Kemenkominfo) belum berencana memblokir akun Twitter aktivis Papua,
Veronica Koman, yang telah ditetapkan sebagai tersangka penghasutan insiden
Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Veronica diketahui aktif menggunakan akun Twitter dengan akun @VeronicaKoman. Polda Jawa Timur juga sudah menetapkan Veronica sebagai tersangka penghasutan insiden Asrama Mahasiswa Papua karena sejumlah cuitan di akunnya itu.
"Belum ada (rencana pemblokiran). Nanti itu tergantung kepada penyidik. Karena itu bagian daripada strategi penyidik," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (11/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rudiantara mengatakan tak selalu penyidik kepolisian langsung meminta pihaknya memblokir akun Twitter seseorang. Terkadang, kata Rudiantara, mereka ingin menelusuri aktivitasnya terlebih dahulu.
"Penyidik kan kadang-kadang minta langsung di
take down atau kadang-kadang tidak minta di
take down karena mau ditelusuri, mau dilihat ini larinya ke mana," ujarnya.
"Itu strategi di penyidik lah. Yang menetapkan tersangka kan polisi, tanya sama polisi saja," kata Rudiantara melanjutkan.
Rudiantara menyebut media sosial twitter menjadi lapak paling banyak untuk menyebarkan hoaks atau informasi bohong hingga pesan berisi provokasi.
Saat disinggung apakah twitter Veronica tergolong akun penyebar hoaks maupun provikasi, Rudiantara tak menjawab tegas.
"Pokoknya banyak lah, paling banyak di Twitter lah. Banyak lah," tuturnya.
Polda Jawa Timur menetapkan pengacara yang juga aktivis pro kemerdekaan Papua Veronica sebagai tersangka. Ia diduga melakukan provokasi serta menyebarkan berita bohong terkait pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu.
Ia dijerat dengan pasal berlapis dari empat Undang-undang. Dari mulai UU ITE hingga antirasialisme lantaran dinilai aktif menyebarkan provokasi melalui akun Twitter pribadinya, @VeronicaKoman.
Veronica dijerat pasal berlapis dari UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), KUHP, UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Sejauh ini, Polda Jawa Timur sudah memanggil Veronica untuk diperiksa sebagai tersangka. Veronica tidak memenuhi panggilan yang pertama.
Polda Jawa Timur lantas melayangkan surat panggilan kedua. Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan berharap Veronica tidak kembali mangkir.
"Kami berusaha untuk Veronica untuk bisa hadir, karena yang bersangkutan ini sangat paham betul, sarjana hukum, punya kemampuan itu, dan beliau juga WNI yang baik," kata Luki, di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (10/9)."(Veronica) paham bagaimana hukum di Indonesia. Kami harap yang bersangkutan ini hadir, sebelum tanggal yang kami tetapkan," lanjutnya.
[Gambas:Video CNN] (fra/bmw)