Warga Timor Timur Pro NKRI Doakan Kepergian Habibie

CNN Indonesia
Kamis, 12 Sep 2019 11:10 WIB
Eks Jubir Pro Otonomi Timor Timur, Florencio Mario menyebut warga Timtim yang pro NKRI mendoakan dan memaafkan BJ Habibie terkait referendum pada 1999.
Presiden RI ke-3 BJ Habibie. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Juru Bicara Pro Otonomi Timor Timur, Florencio Mario Vieira mengatakan warga Timtim pro NKRI yang kini menetap di Indonesia pasti memaafkan dan mendoakan almarhum BJ Habibie yang wafat kemarin sore di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.

Mario mengatakan demikian tak lepas dari keputusan Habibie saat menjabat Presiden RI pada 1998-1999 yang melakukan referendum atau jajak pendapat yang berujung lepasnya Timor Timur dari Indonesia dan menjadi negara dengan nama Timor Leste.

Kepada ANTARA, Mario mengatakan keputusan Habibie melaksanakan jajak pendapat di Timur Timur bagi pihak pro kemerdekaan pasti gembira, sedangkan yang pro Indonesia pasti merasa kecewa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tetapi sebagai warga Timur Timur pro NKRI yang menetap di Indonesia pasti memaafkan dan mendoakan almarhum BJ Habibie," kata Mario di Kupang, Kamis (12/9) dikutip dari ANTARA.
Menurut Mario peran Habibie sangat penting dalam sejarah Timor Leste karena melalui keputusannya tentang referendum itu. Saat itu memang tak semua warga Timor Timur yang ingin berpisah dari Indonesia.

Warga pro NKRI kala itu pasti merasa kecewa dengan keputusan Habibie. Karena hasil akhir referendum berdampak terhadap ratusan ribu orang pro NKRI yang terpaksa meninggalkan bumi Loro Sae dan tinggal di kamp-kamp pengungsian.

Hidup di luar tanah kelahiran, banyak warga eks Timor Timur akhirnya memilih bergabung ke NKRI. Mereka menjadi warga negara Indonesia dan menerima kenyataan hidup setelah sempat berada dalam ketidakpastian.

Namun kata dia, sebagai mayoritas beragama Katolik, warga Timor Timur pro NKRI yang menetap di Indonesia pasti tetap memberikan maaf dan mendoakan Habibie.
Dia menambahkan, dari aspek demokratis, keputusan referendum layak disebut demokratis, namun momentum pengambilan keputusannya yang kurang tepat.

"Momentumnya kurang tepat atau terburu-buru sehingga hasilnya chaos besar-besaran dan berdampak pada banyaknya korban di kedua belah pihak," kata Mario Viera.

Bahkan chaos tersebut sampai membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengembargo Indonesia.

[Gambas:Video CNN] (antara/osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER