Pukat UGM Nilai Dewas Akan Timbulkan Konflik Kepentingan KPK

CNN Indonesia
Selasa, 17 Sep 2019 21:46 WIB
Kriteria yang ditetapkan bakal disyaratkan untuk calon anggota dewas dinilai bisa menimbulkan konflik kpentingan salah satunya terkait poin untuk penegak hukum.
Menkumham Yasonna Laoly (kiri) menerima hasil revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dari Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas (kedua kiri) disaksikan Menpan RB Syafruddin (ketiga kiri) saat Rapat Paripurna DPR, Jakarta, Selasa (17/9). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rapat Paripurna DPR telah menyepakati perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Undang-Undang. Salah satu poin dalam perubahan undang-undang itu adalah pembentukan pembentukan dewan pengawas (Dewas) untuk KPK.

Dalam draf revisi undang-undang yang tinggal menunggu penetapan nomor dan masuk lembar negara tersebut, Dewan Pengawas ditulis diangkat dan ditetapkan Presiden RI dengan melibatkan DPR RI untuk tahap konsultasi. Pembentukan Dewas itu sendiri disebutkan dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.

Dalam aturan perubahan yang telah disepakati juga dikatakan anggota dewan pengawas harus memenuhi syarat, di antaranya berusia paling rendah 55 tahun dan tidak menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain itu, pada Pasal 69A disebut kriteria ketua dan anggota dewan pengawas tidak terbatas pada aparat penegak hukum yang sedang menjabat dan yang telah berpengalaman paling sedikit 15 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengatakan, persyaratan menjadi dewan pengawas itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

"Draf revisi UU hanya melarang mereka tidak boleh menjadi pengurus parpol saat menjabat (dewan pengawas). Jadi, sebelumnya apakah mereka pengurus parpol atau anggota parpol dan mereka bisa saja mendaftar kemudian terpilih. Karena memang tidak ada batasan seperti itu," kata Oce Madril kepada wartawan, Selasa (17/9).

Selain itu, ia juga menyoroti poin kriteria aparat penegak hukum yang telah memiliki pengalaman sekurangnya 15 tahun sebagai kriteria dewan pengawas. Oce memperkirakan KPK akan menjadi lembaga subordinat dari penegak hukum lain.

"Apalagi ditambah dengan 15 tahun di penegak hukum itu kita bisa memprediksi lembaga KPK itu ke depan akan menjadi lembaga subordinat dari lembaga penegak hukum lain. Nah, tentu ini akan bertentangan dengan ide awal pembentukan KPK," tutur dia.

Dalam perubahan UU KPK, Dewas diberikan enam tugas. Salah satunya adalah terkait pemberian izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan (Pasal 37B ayat 1 huruf b). Kemudian melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun; serta membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala satu kali dalam satu tahun dan disampaikan kepada Presiden serta DPR.

Rapat Paripurna DPR RI telah mengesahkan revisi UU KPK untuk menjadi Undang-Undang pada Senin (16/9) siang.

Setidaknya ada tujuh poin revisi UU KPK yang disepakati DPR dan pemerintah untuk menjadi undang-undang tersebut.

Pertama, terkait kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya tetap independen.

Kedua, mengenai pembentukan Dewan Pengawas KPK. Ketiga, terkait pelaksanaan fungsi penyadapan.

Keempat, mengenai mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara tindak pidana korupsi oleh KPK.

Kelima, terkait koordinasi kelembagaan KPK dengan penegak hukum sesuai dengan hukum acara pidana, kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi. Keenam, mengenai mekanisme penggeledahan dan penyitaan. Terakhir, terkait sistem kepegawaian KPK.

[Gambas:Video CNN] (ryn/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER