Jakarta, CNN Indonesia -- Komunitas menyampaikan penolakan terhadap 10 pasal yang tertuang dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Penolakan itu mereka sampaikan secara langsung kepada Bambang Soesatyo di pos pengamanan DPR di sela-sela aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa yang menolak RKUHP dan sejumlah rancanga regulasi kontroversial lainnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (24/9).
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana mengatakan 10 pasal yang ditolak tersebut mengancam kebebasan pers di Indonesia yang merupakan hak asasi manusia yang seharusnya dijamin, dilindungi, dan dipenuhi dalam demokrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasal-pasal dalam RKUHP akan berbenturan dengan UU Pers yang menjamin dan melindungi kerja-kerja pers," katanya.
Dia pun membeberkan pasal-pasal tersebut, yaitu Pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden, Pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah, Pasal 247 tentang hasutan melawan penguasa, Pasal 262 tentang penyiaran berita bohong, Pasal 263 tentang berita tidak pasti, serta Pasal 281 tentang penghinaan terhadap pengadilan.
Kemudian Pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama, Pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, Pasal 440 tentang pencemaran nama baik, serta Pasal 446 tentang pencemaran orang mati.
Dia menambahkan, situasi ini menunjukkan darurat kebebasan pers. RKUHP, menurutnya, bisa menjadi alat untuk membungkam pers yang kritis.
Dalam pertemuan dengan Bamsoet itu, turut hadir Ketua Umum AJI Abdul Manan, Direktur LBH Pers Ade Wahyudin, Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo Hendrayana, Ketua Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi Pers Dewan Pers Jamalul Insan, serta Direktur PWI Pusat Dar Edi Yoga.
Sebelumnya, Bamsoet mengatakan pengesahan RKUHP ditunda hingga keinginan Presiden Joko Widodo dan DPR bertemu di titik yang sama.
Sosok yang akrab disapa Bamsoet itu mengatakan sebenarnya keinginan itu sudah menemui titik yang sama, namun akan dilakukan pada waktu yang belum ditentukan.
"(Ditunda) sampai keinginan Presiden dan DPR menemui titik temu yang sama. Sudah ketemu, pada waktu yang tidak ditentukan," kata Bamsoet kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (24/9).
Namun, Bamsoet tidak menjawab secara lugas terkait kemungkinan waktu pengesahan RKUHP akan dilakukan.
Ia hanya menyampaikan bahwa pengesahan RKUHP bisa saja dilakukan oleh DPR periode 2019-2024.
[Gambas:Video CNN] (mts/agr)