Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (
Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta para rektor memberitahu mahasiswa agar tak kembali turun ke jalan melakukan
demonstrasi. dan akan memberi sanksi rektor yang ikut menggerakkan mahasiswa turun ke jalan.
Sejak awal pekan ini, aksi mahasiswa menolak RKUHP dan RUU kontroversial lain disahkan DPR terjadi di sejumlah wilayah, termasuk di depan kompleks parlemen, Jakarta.
Nasir mengatakan bakal mengajak para mahasiswa untuk berdialog terkait tuntutan yang hendak disampaikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Imbauan saya para rektor, tolong mahasiswa diberitahu jangan sampai turun ke jalan. Nanti kami ajak dialog," kata Nasir usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (26/9).
"Kalau mereka orang terpandang pendidikannya, itu turun ke jalan sehingga tidak bisa dikontrol. Apa bedanya nanti dengan tidak terdidik," ujar Nasir.
Sebelumnya, Nasir juga mengatakan
Jokowi memang memerintahkannya untuk meminta para rektor meredam aksi demonstrasi mahasiswa.
Nasir pun mengaku sudah meminta kepada Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti untuk menyampaikan hal ini kepada rektor-rektor di seluruh Indonesia.
Ia mengatakan bakal memberi sanksi kepada rektor yang kedapatan ikut menggerakkan mahasiswa turun ke jalan.
"Nanti akan kami lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa dia. Kalau dia mengerahkan sanksinya keras. Sanksi keras ada dua, bisa SP1, SP2. Kalau sampai menyebabkan kerugian pada negara dan sebagainya ini bisa tindakan hukum," tuturnya.
Lebih lanjut, Nasir juga mengecam tindakan dosen yang justru mengizinkan mahasiswa ikut demonstrasi.
Menurutnya, rektor bertanggung jawab untuk mengingatkan para dosen yang tetap mengizinkan mahasiswa untuk aksi turun ke jalan.
"Inilah, yang ini enggak boleh (dosen mempersilakan mahasiswa demo). Dosen harus ajak dialog dengan baik," tuturnya.
Namun, kata Nasir, pihaknya tak bisa langsung memberikan sanksi kepada para dosen. Menurutnya, para rektor yang bisa mengeluarkan sanksi kepada dosen-dosen yang mempersilakan mahasiswa ikut demo.
"Kalau dia (rektor) tidak menindak, rektornya yang kami tindak. Makanya saya akan monitor terus perkembangan ini," katanya.
Sebelumnya, terkait aksi turun ke jalan menolak pengesahan RUU-RUU kontroversial itu sejumlah kampus di Yogyakarta mengeluarkan surat edaran pencegahan kepada para mahasiswa di antaranya Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Sanata Dharma.
Rektor Sanata Dharma, Johannes Eka Priyatna, menyatakan universitas tidak mendukung aksi turun ke jalan di Yogyakarta yang memakai nama Gejayan Memanggil.
"Kami tidak yakin aksi itu murni, terbukti agenda yang diusung tidak jelas, tidak fokus, dan tidak jelas juga penanggung jawabnya," kata Johannes saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Senin (23/9).
Kampus itu telah mengeluarkan surat edaran menanggapi Aktivitas Aksi Gejayan Memanggil tertanggal 22 September 2019. Surat edaran itu ditandatangani Johannes.
"Surat itu bukan larangan, tapi kebijakan. Tidak ada sanksi apapun untuk mahasiswa," kata Johannes yang juga membantah kebijakan itu keluar karena ada tekanan.
Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas berunjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9). (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Sementara dalam surat edaran UGM yang bertandatangan rektor kampus tersebut, Panut Mulyono, ditegaskan kampus tersebut tak berpartisipasi dan kegiatan akademik berjalan seperti biasa. Surat edaran itu pun dibenarkan Kepala Humas dan Protokol UGM Iva Ariani.
Berbeda dengan di Yogyakarta, di Surabaya sejumlah rektor kampus di sana tak mengekang mahasiswa yang ingin turun ke jalan.
Rektor Universitas Islam Negeri Surabaya (UINSA) Masdar Hilmy mengatakan secara kelembagaan kampus membebaskan mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi. Masdar pun merasa tak perlu mengeluarkan sikap resmi atas nama institusi untuk melakukan pelarangan atau semacamnya kepada mahasiswanya. Baginya, sah-sah saja jika mahasiswa melakukan aksi, yang juga merupakan bagian dari demokrasi.
"Saya tidak perlu mengeluarkan sikap resmi. Turun ke jalan bagi mahasiswa adalah bagian dari demokrasi. Monggo-monggo saja," kata dia, kepada CNNIndonesia.com, Selasa, (24/9).
"Sudah ada komunikasi tapi secara tidak langsung dengan BEM. Saya berpesan agar aspirasi disuarakan secara baik, legal, bertanggung jawab, menjaga sopan santun, tidak mengganggu ketertiban umum dan tidak anarkis," sambungnya.
Senada, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, melalui Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Suko Widodo menyatakan pihak kampus tak tak mengeluarkan sikap resmi apapun, yang bernada melarang atau menginstruksikan kepada mahasiswa.
"Tidak ada larangan dan tidak ada instruksi. Karena itu merupakan ekspresi personal mahasiswa," kata Suko saat dikonfirmasi.
"Yang penting (mahasiswa) jangan melanggar aturan hukum. Jangan merusak fasilitas umum. Jangan ganggu ketertiban umum," sambungnya.
[Gambas:Video CNN] (fra/kid)